Hari itu Sabtu 3 Agustus 2024 pkl 14.00 sore, saat pulang dari luar rumah, Tere mendapati kedua orang tuanya sudah berpakaian rapih sambil duduk di ruang tamu. “Sore begini, sudah pakai baju batik rapi? Kembali muda tampaknya. Pasti Ayah dan Ibu mau ke Samadi untuk acara The Sound of Love Teresa Charity. Berangkat sama siapa?” kata Tere menyapa kedua orang tuanya.
“Apakah Tere satu-satunya yang tidak tahu bahwa umat paroki berangkat bersama naik bis dari Trinitas? Kita bersyukur bahwa selalu ada umat yang berhati mulia dan dermawan. Mengetahui bahwa panitia memerlukan angkutan transportasi yang besar, pemilik bis Sinarjaya dengan senang hati mau meminjamkan 4 armadanya untuk dipakai umat paroki dan panitia yang berangkat ke Samadi. Panitia dapat info bahwa pada hari ini, ada dua kegiatan/kelompok lain yang akan datang di Samadi. Jadi untuk menghindari kesulitan parkir, kita memerlukan bis, dan kita bersyukur sekali bisa menggunakan bis ber-AC yang nyaman. Dengar-dengar, panitia sudah berangkat duluan dengan 2 bis. Sekarang giliran umat lain dengan dua bis. Nah, Ayah dan Ibu harus tiba di Trinitas sebelum bis jalan pukul 15.00. Kami tidak boleh terlambat. Harus tahu bersyukur. Sudah dibantu, masak kita harus ditunggu oleh yang lain?” kata Ibu menimpali Tere.
“Ya, OK Bunda. Tere dan Kak Santo akan ikut mendoakan dan mengawal acara dari link yang sudah dibagikan oleh panitia. Nanti, Tere pasti akan hubungi Bunda untuk nanya suasana di sana”, kata Tere sambil bersiap untuk mengantar kedua orang tuanya ke Trinitas.
Sepulang mengantar orang tuanya, muncul ide untuk membagikan link acara yang diterima dari panitia untuk diteruskan kepada sejumlah kenalan dan kerabatnya. Tere mengambil hp kesayangannya, membuka no kontak yang ada di hp-nya. Salah satu yang dia hubungi adalah Lusy, sahabatnya yang ada di Paman Sam.
“Lusy, kami sekarang lagi gencarnya membangun gedung gereja kami. Hari ini kami ada malam galang dana. Nonton ya. Kalau sibuk, bisa buka belakangan. Tetapi don’t miss it. Terutama mohon doa supaya dana bisa terkumpul banyak” tulis Tere sambil meneruskan link youtube panitia ke no Lusy.
“Oh senang mendengarnya. Namun saya pikir pembangunan sudah mulai berjalan, atau tepatnya langsung dimulai segera setelah menerima izin pembangunan dari Gubernur Ridwan
Kamil pada tanggal 11 April 2023 yang lalu. Dapat info ada komitmen yang dijalankan oleh umat melalui lingkungan masing-masing. Komitmen diwujudkan melalui transfer tiap bulan ke rekening virtual yang sudah disediakan paroki. Ini semangat Ibu Teresa banget. Ini juga mencerminkan kekeluargaan sebagaimana ditampilkan oleh Gereja Perdana. Umat melaku- kannya dengan sukacita. Bukan begitu ya Ter?” jawab Lusy dari seberang.
“Betul juga kamu, Lusy” seru batin Tere membaca tanggapan sahabatnya. “Ada berapa persen keluarga yang terlibat dalam komitmen ini? Apakah semua lingkungan aktif menjalankannya?” kembali Tere berkata pada dirinya. Kemudian Tere mendekati rak bukunya. Diraihnya buku Ibu Teresa: Secret Fire tulisan Joseph Langford. Dia ingin kembali membaca tentang spiritualitas pelindung parokinya itu. “Oh, pada hlm 26 ini, ternyata Ibu Teresa lebih memaknai keterlibatan individu daripada hanya menyediakan uang atau memberikan cek. Allah memberikan diri-Nya sendiri lewat Yesus Kristus. Itu jiwa pelayanan Ibu Teresa. Semoga semangat ini boleh tinggal dalam sanubariku juga” kata Tere sambil berdoa dalam hati.
Lalu Tere terus membolak-balik halaman-halaman dari buku yang pernah dibacanya itu. Pada hlm 181, Tere menemukan cerita sedih namun indah tentang komunitas Ibu Teresa saat jumlah mereka sudah mencapai lebih dari tiga ratus orang. Ada kisah komunitas kehabisan makanan menjelang makan siang. Seorang suster yunior melapor bahwa tidak ada makanan. Tere mencoba membaca dengan cermat, lalu berkata dalam hati, “Menarik bahwa Ibu Teresa tidak risau dan gelisah. Ia hanya menyuruh suster yunior itu untuk pergi ke kapel bercerita kepada Yesus bahwa makanan sudah habis. Bila suster yunior taat dalam kegelisahan, Ibu Teresa tenang sekali. Itu pertanda bahwa Ibu Teresa percaya bahwa God will do the rest kalau kita memang sudah memberikan yang terbaik. Buktinya, tidak lama kemudian, truk pemerintah datang membawa ribuan roti”.
Menjelang pkl 18.00, Tere menelpon ibunya yang sudah ada di Samadi. Setelah sedikit bercakap tentang perjalanan dari Trinitas ke Samadi, Tere menceriterakan pengalaman Ibu Teresa sebagaimana yang dia baru baca kembali sore itu. Mendengar kisah Ibu Teresa dari anaknya, Ibu tidak mau ketinggalan bicara, “Tadi, waktu
Ibu sampai di Samadi, panitia menyambut dengan ceria. Panitia pintar membagi diri menyambut tamu yang dikenal sehingga registrasi berjalan rapi dan lancar. Ada 4 meja tamu untuk registrasi. Di sampingnya, ada teman-teman panitia lain yang jualan produk seperti baju, rosario. Yang paling berkesan adalah makanan. Ada nasi kucing, siomay, bakso, supasupa sup, soto, nasi goreng dan mie goreng, berbagai jajanan pasar, dan banyak jenis minuman. Kita semua sudah makan, tetapi masih ada sisa banyak. Yang menarik adalah bahwa ternyata banyak dari makanan itu merupakan sumbangan umat paroki sendiri. Memang ada yang dibeli, pula ada sumbangan dari perusahaan seperti snack dan minuman oleh Wings. Namun semangat gotong royong, semangat memiliki dan perhatian dari umat luar biasa. Banyak undangan lain yang terharu ketika mereka tahu hal itu”.
“Oh, gitu ya Bunda”, tanya Tere. “Memang Tere dengar bahwa pada meeting terakhir panitia sebelum hari H, ada refleksi yang dibawakan Rm Camel tentang semangat pelayanan Ibu Teresa. Di bagian akhir rapat pleno Romo Aan berdoa memohon supaya Allah sendirilah yang berkarya men dampingi sisa persiapan dan kerja panitia seterusnya. Ini membawa kesan yang mendalam untuk menjadi pensil di tangan Tuhan dalam diri panitia” kata Tere mengakhiri percakapan melihat Ibunya berbisik untuk undur diri. Ayah dan Ibu masuk ballroom sementara Tere dan Santo duduk sambil menikmati acara lewat link yang tersedia.
Sekitar pkl 21.00 WIB, Tere kembali mengirim pesan WA kepada ibunya, “Flyer di layar bagus banget khan Bunda? Salut. Penampilan dari BIA dan OMK kita juga luar biasa. Siapa pelatih mereka ya?”
Sejenak pancingan Tere seperti tanpa perhatian, namun kemudian Tere mendapati hp-nya mendapat pesan dari Ibu, “Semua luar biasa. Saat masuk ballroom acara, satu per satu undangan mendapat goodie bag yang antaralain berisi tambahan snack dan booklet yang sangat cantik. Lalu, berdasarkan nomor seat dari registrasi, kami diantar oleh usher ke kursi yang sudah diberi nomor urut. Penampilan BIA dan OMK, duet Rm Aan dan Adik Acel cakep. Videotron, multimedia ok banget termasuk dalam menampilkan tayangan iklan dan link youtube yang sempat Ibu buka. Susunan acara sipp sekali, alurnya enak membuat orang betah. Sie persembahan kasih kompak membentuk diri seperti lingkaran kuli tinta, bukan menyiapkan berita tetapi mencatat partisipasi persembahan kasih. Tentang makanan, Ibu jadi teringat dengan kisah penggandaan 5 roti dan 2 ikan untuk memberi makan lima ribu orang laki-laki. Malam ini banyak makanan yang sisa karena begitu banyak yang menyumbang memberi perhatian. Kalau dalam Injil Yohanes (6:8-9), 5 roti dan 2 ikan berasal dari seorang anak, maka malam ini makanan berasal dari umat sendiri”.
“Semoga ini menjadi pertanda bahwa umat kita sungguh ingin menjadi berkat atau sakramen kehadiran Allah dalam masyarakat” balas Tere via WA.
“Iya Ter, nanti Ayah dan Ibu bisa cerita lebih banyak lagi. Sudah mau ada pengumuman pemenang lukisan”.
“OK Bunda” jawab Tere singkat, sambil mendokan kesuksesan acara malam itu.
Penulis : Salvinus Mellese - Tim Kontributor Kolom Katakese
Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa