Teori Sinyal

Waktu menunjukkan pukul 20.15 ketika Tere keluar dari kamarnya menjumpai orang tuanya yang lagi ngobrol berdua. “Hei-hei pacaran lagi nih ye… asyik banget duaan”, kata Tere menggoda.

“Tere tahu ngggak kita lagi ngobrolin apa?” tanya Ibu.

“Pasti kisah kasih di sekolah tempo doloe” jawab Tere mantap.

“Salah. Coba lihat video yang Ibu forward di grup kita. Itu ada seorang suami yang selalu meninggalkan handuk habis pakai di tempat tidur. Isterinya selalu ngomel. Kendati demikian, sang suami tidak mau berubah. Lalu sang isteri ganti siasat. Tidak ngomel tetapi pakai nyindir. Sang suami malahan tambah ‘jadi-jadian’, handuk habis pakai dibuang tidak keruan. Akhirnya sang isteri menerima ‘nasib’, bukan nasib yang harus diratapi tetapi melihatnya sebagai bagian dari pekerjaannya. Setiap melihat handuk bekas pakai suaminya, dia ambil dengan sukacita lalu ditempatkan di gantungan handuk. Tidak disangka pada suatu  hari ketika handuk basah mau diambil dan dijemur, ternyata sudah tergantung rapih. Begitu pula hari-hari selanjutnya, selalu sudah diletakkan dengan rapih di gantungan yang tersedia” kata Ibu.

“Oh gitu Bu…, terus Ibu mau bilang bahwa mirip dengan Tere waktu SMP? Iya deh, fakta harus diakui. Tetapi Bapak-Ibu juga dalam arti tertentu waktu itu 11-12 dengan ibu muda itu dalam hal ngomel” balas Tere.

“Nah kebetulan tadi Ibu ngobrol berdua dengan Ayah. Kami ingin tahu cerita dari hati Tere tentang bagaimana Tere mulai rajin bangun pagi, bantu Ibu di dapur, atur barang habis pakai dengan rapih, bahkan kini ‘tanggap’ luar biasa. Tadi kami mau ngajak Tere dan Kak Santo ngobrol tetapi ternyata kalian berdua lagi ada zoom” sambung Ibu ingin tahu.

“Sebetulnya sebelum rajin bantu Ibu di dapur, Tere sudah ingin berubah sepulang dari panti asuhan. Melihat anak panti, Tere menyadari bahwa anak sebesar Tere seharusnya sudah mulai bantu orang tua. Tetapi teringat akan sebutan kata ‘malas’ membuat Tere jadi keenakan malas. Namun kemudian, pelan-pelan melihat Mas Santo dan Ayah-Ibu rajin kerja, Tere jadi terpicu”.

“Nah… berarti ‘Actions speak louder than words’. Ayah jadi teringat sebuah teori dalam ilmu ekonomi, yakni teori signal. Mutu atau nilai sebuah perusahaan bukan hanya dilihat dari profit (keuntungan) dan aset (harta) yang dilaporkan dalam Laporan Keuangan tetapi signal yang ditangkap dari perilaku para manajemen (Direktur, CEO), komisaris perusahaan: siapa mereka, bagaimana rapor mereka selama berbisnis. Para investor, kreditor menyadari bahwa Laporan Keuangan tidak selalu lepas dari salah saji material atau bahkan ‘kecurangan’ sebagaimana terjadi misalnya pada Bank Century yang pada awalnya menurut Laporan Keuangan ‘aman’ tetapi lalu tiba-tiba ‘ambruk’ karena rekayasa laporan. Pihak-pihak yang berkepentingan (seperti investor) tidak ingin ‘terjebak atau tertipu oleh keuntungan semu’ yang tertera pada lembaran kertas. Karena itu, pihak yang berkepentingan ini ingin tahu bagaimana perusahaan yang bersangkutan mengelola limbah, memanfaatkan dan melestarikan lingkungan sekitarnya. Kalau perusahaan rela berkorban mengeluarkan biaya untuk kesejahteraan masyarakat, maka itulah bukti  bahwa perusahaan yang bersangkutan sangat bermutu dan tidak melakukan rekayasa”.

“Oh, Ayah rupanya pencinta buku ekonomi juga?” kata Santo muncul dari kamarnya.

“Menarik juga teori signal ini. Namun hemat Santo, teori signal bukan hanya berlaku dalam dunia bisnis, tetapi juga dalam hidup beriman. Santo dengar bahwa biarawan-biarawati (pertapa) awal, yang hidup di abad ke-4, tinggal menyepi di padang gurun, jauh dari kehidupan sosial kemasyarakatan. Karena kesaksian hidup mereka yang berkesan di hati masyarakat, lamakelamaan mereka didatangi banyak orang untuk konsultasi dan mohon doa. Akhirnya sejumlah di antara mereka jadi bapak rohani dan ditahbiskan menjadi romo atau imam” kata Santo menghangatkan pembicaraan.

“Santo benar”, kata Ibu memotong komentar Santo. “Ayah memang senang teori. Kalau Ibumu ini lebih senang praktek. Ibu pengikut Yesus. Yesus datang menolong orang, menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang mati, dan mengajak orang bertobat. Yesus sungguh giat bekerja. Satu kutipan penting dari Yesus yakni …”

“Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga” potong Tere. “Itu khan yang Ibu maksudkan? Menurut Tere, Ibu benar tetapi Ayah juga benar. Karena selain bekerja Yesus juga mengajar, berkotbah supaya orang bertobat”.

“Adikku ini ternyata memang pintar yah”, Santo kembali angkat suara. “Setuju Yesus datang sebagai pewarta sekaligus pelaku ‘perubahan’. Ia mencintai sampai terluka termasuk musuh, bekerja dengan segenap hati, sambil juga menghargai waktu doa dan istirahat”.

“Pokoknya segala bentuk signal ada dalam diri Yesus. Yesus memberi signal bagaimana harus bekerja keras, bukan mengharapkan menang undian. Yesus tidak minta supaya orang tinggal diam lalu Allah akan mengubah segalanya. Rahmat selalu dari Allah, tetapi perlu ada upaya, perlu ketekunan. Hidup Tuhan Yesus” kata Ibu mengambil kesimpulan.

 Penuis : Salvinus Mellese - Tim Kontributor Kolom Katakese

Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa


Post Terkait

Comments