Masih dalam suasana kegembiraan Natal, keluarga-keluarga Kristiani dewasa ini berhadapan dengan gaya hidup new normal dan sekaligus kemajuan teknologi digital dengan segala dampak akibatnya. Gaya hidup new normal akibat pandemi virus Covid-19 menghantar pada penghayatan hidup keluarga Kritiani secara mendalam menyentuh sendi-sendi inti kehidupan, karena keluarga-keluarga harus tinggal di rumah selama berbulan- bulan (Working from Home at WFH), tidak sedikit pula keluarga mengalami kemerosotan ekonomi karena ada yang kehilangan pekerjaan serta harus mendampingi belajar anak-anak di rumah dengan tambahan kebutuhan seperti biaya pulsa dan perangkat- perangkat baru yang tidak terhindarkan.
Keharusan menggunakan handphone dan internet membuat anak-anak dan keluarga lebih cepat memasuki teknologi digital, dunia sosial media, bahasa pemrograman dan teknologi robotik kecerdasan buatan. Keadaan tersebut menuntut keluarga-keluarga Kristiani untuk mampu mendampingi anak-anak mereka meski kebanyakan para orang tua masih gagap dengan teknologi dan perubahan-perubahan keadaan yang tak terduga sebelumnya. Keluarga Kristiani dipaksa oleh keadaan untuk melihat jati diri anak-anak kita sebagai bagian dari generasi millennial. Generasi Millennial ini meliputi generasi Y, Z dan generasi Alpha yang memiliki variasi karakteristik sendiri-sendiri menjadi bagian hidup keluarga-keluarga Kristiani. Keimanan orang tua dalam keluarga Kristiani kini sedang diuji di tengah perubahan-perubahan cepat (disrupsi) dan penggunaan teknologi-teknologi yang menuntut adaptasi dinamika kehidupan, kreativitas dan penyesuaian.
Setidaknya ada beberapa hal yang menandai dinamika kehidupan keluarga Kristiani kontemporer. Pertama, penggunaan handphone, komputer dan internet dalam berelasi dan gaya hidup keluarga. Kebutuhan pulsa-internet dan perangkatnya, menghabiskan waktu dalam rumah dan kurangnya kegiatan di luar rumah menjadi tantangan kreativitas keluarga-keluarga Kristiani. Keimanan yang sebelumnya dihayati secara komunal offline di gereja dan lingkungan sekarang berubah atau bergeser lebih ke penghayatan personal dan relasi antar pribadi dalam keluarga-keluarga Kristiani. Misa, Rosario, doa-doa daring mewarnai dinamika keluarga-keluarga Kristiani.
Kedua, kemerosotan ekonomi keluarga atau krisis ekonomi keluarga mau tidak mau menuntut orang tua untuk lebih ekstra kerja keras, sabar dan kreatif menjaga periuk rumah tangga agar tetap terus mengepul serta anak-anaknya bisa sekolah. Oleh karena itu tidak mustahil waktu bersama keluarga habis untuk memeras keringat dan membanting tulang demi mempertahankan jalannya kehidupan. Semangat iman keluarga Kristiani oleh karenanya mendapatkan bentuknya dalam pengorbanan, kesabaran, bela rasa saling berbagi dan menguatkan antara nggota keluarga.
Ketiga, kecemasan akan penyebaran virus Covid-19 yang semakin bertambah dan terus berlanjut mewarnai kehidupan keluarga-keluarga termasuk keluarga Kristiani. Ekspresi iman dengan saling mengingatkan kedisiplinan penggunaan masker, jaga jarak dan kebiasaan mencuci tangan sejalan dengan nilai-nilai Kristiani. Penyertaan anggota keluarga yang kesepian (ditolak atau dijauhi karena terindikasi reaktif atau positif Covid-19 misalnya), empati, kesabaran dan saling memperhatikan dan meneguhkan menjadi tuntutan yang harus dilaksanakan dalam hidup keseharian.
Sebagai keluarga-keluarga Kristiani kita perlu belajar pada Keluarga Kudus dari Nasaret yang hari pestanya kita rayakan dalam suasana Natal. Dari tokoh Santo Yosef, kita bisa meneladan karya-karya dan kerja kerasnya dan keberanian bertindak demi keselamatan keluarga. Ketika terancam oleh kekejaman Herodes, Yosef berani mengambil langkah mengungsikan keluarganya ke Mesir. Paus Fransiskus dalam Surat Apostolik Patris Corde (Bersama dengan hati seorang bapak) menyatakan bahwa dari tanggal 8 Desember 2020 sampai 8 Desember 2021 sebagai tahun St. Yosef, yang menggarisbawahi peran St. Yosef sebagai pembimbing pada masa-masa sulit (Catholic News Agency, Vatican city, 8 December 2020).
Seorang bapak pekerja yang penuh tanggung jawab sangat pantas menjadi spirit setiap bapak dalam keluarga Kristiani kontemporer. Di sisi lain, dalam keluarga kudus dari Nasaret ada seorang tokoh Bunda Maria yang penuh kesabaran dan empati hadir di tengah keluarga dengan doa-doa dan kesiapsediaannya memberikan pertolongan dengan penuh afeksi kemanusiaannya. Berpaling pada Bunda Maria, keluarga Kristiani belajar bagaimana beriman sepenuh hati menjawab rencana ilahi dengan kesabaran dan kesediaan penuh mengikuti kehendak Tuhan: “Jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu” (Bdk Luk. 1:38; Raymond E. Brown, Joseph A. Fitmeyer, Roland E. Muphy, 1993: 681).
Dari keluarga kudus dari Nasaret ini keluarga Kristiani perlu meneladani bagaimana kita menciptakan quality time dalam dinamika kehidupan keluarga yang konkrit kita hadapi. Kegiatan-kegiatan baru segar di era new normal, kegiatan mencari jalan keluar bersama-sama keluarga secara kreatif, saling mendengarkan, berbagi, membantu dan meneguhkan menjadi pengalaman iman konkrit yang menyelamatkan. Di situ keluarga-keluarga Kristiani mengalami penyertaan Tuhan, Sang Emmanuel. Kehadiran Sang Emmanuel, Allah beserta kita, Allah yang peduli pada keluarga-keluarga Kristiani semakin nyata kita alami. Semua anggota keluarga menghadirkan perpanjangan tangan Tuhan yang menyertai dan berjalan bersama-sama keluarga dengan aneka pengalaman suka dan duka yang semakin mendewasakan. Dengan demikian, Yesus kecil yang dengan peristiwa Natal secara istimewa hadir dalam setiap keluarga-keluarga Kristiani, terus bertumbuh semakin besar menjadi pusat dan sumber kekuatan dalam dinamika kehidupan keluarga-keluarga Kristiani kontemporer masa kini.
Penulis : Andreas Yumarma
Sumber:-. CAN Newsletter, December 8,2020, https://www.catholicnewsagency.com/news/pope-francisproclaims- year-of-st-joseph-10779-. Raymond E.Brown, Joseph A. Fitmeyer, Roland E. Muphy, 1993, The new Jerome Biblical Commentary, London: Geoffrey Chapman, hal .681
Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa