“Rumahku” Contoh Green Building

Refleksi ekologis tidak hanya memberikan beberapa pengetahuan tentang sistem ekologis kehidupan ini. Lebih dari itu pengetahuan ekologis memberikan suatu kesadaran baru tentang sebuah panggilan ekologis. Ensiklik Laudato Si dari Paus Fransiskus diberi judul, “Perlindungan Rumah Kita Bersama”, menjadi jawaban atas krisis ekologis yang sedang menggerogoti kehidupan ini. Pesan iman dan moral bagi setiap orang Katolik adalah jelas. Kita semua dipanggil untuk beraksi nyata ikut menyelamatkan lingkungan kehidupan ini. “Rumahku” adalah contoh Green Building, demikian tema kolom katekese pada edisi Warta Teresa minggu ini kiranya mengajak kita untuk mendalami panggilan ekologis ini. Lingkungan ini, ‘bak saudari kita yang sedang menjerit karena segala jenis kerusakan yang telah kita timpakan padanya, karena perilaku kita yang tidak bertanggungjawab, menggunakan dan menyalahgunakan kekayaan yang telah diletakkan Tuhan di dalamnya. Manusia rakus dan konsumptif belaka, sampai harus menjarah semua yang diingini. Panggilan ekologis ini mengajak kita untuk mengupayakan Green Building di Rumahku.

Green Building
Bangunan hijau (green building) menjadi konsep kehidupan yang telah mendunia, sebagai salah satu langkah untuk mencegah terjadinya pemanasan global. Inilah upaya untuk menerapkan konsep ramah lingkungan di dalam berbagai aspek. Perilaku dan tindakan manusia mulai dari bangunan yang dalam desain, konstruksi, dan operasinya bisa mengurangi dampak negatif bagi lingkungan, sebaliknya bangunan kediaman harus memberikan dampak yang positif bagi lingkungan dan alam.

World Green Building Council memberikan laporan tentang beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipenuhi saat membangun green building, antara lain :
1. Penggunaan air dan sumber daya lainnya yang harus dilakukan secara efisien
2. Memanfaatkan energi terbarukan pada bangunan, seperti memasang panel surya dan turbin udara
3. Langkah-langkah pengurangan polusi dan limbah serta daur ulang limbah
4. Mempertimbangkan kualitas hidup penghuni yang ada di dalamnya

5. Desain bangunan yang dirancang supaya bisa beradaptasi dengan perubahan lingkungan. (Green building, Rumah.com, dikutip 18 April ’22)

Konsep green building ini otomatis bermanfaat untuk kehidupan manusiawi  yang ekologis, karena beberapa alasan berikut:
1. Meningkatkan kualitas hidup
2. Menghemat sumber daya air
3. Mengurangi biaya operasional pemeliharaan bangunan
4. Mengurangi jajak karbon dalam langkah untuk menyelematkan lingkungan
5. Bangunan bisa digunakan dalam waktu yang lama (
Green building, Rumah.com).

“Rumahku” awal habitus budaya kehidupan Panggilan Ekologis untuk bertindak nyata dengan mengusung green building, harus menjadi suatu 'habitus’ atau kebiasaan untuk mempropaganda Green Building sebagai suatu bentuk budaya kehidupan. Kebiasaan hidup ini mewujudkan keyakinan asali bahwa Tuhan menciptakan semuanya dalam keadaan baik adanya (bdk. Kej. 1:1-25).

Bahkan lebih dari itu kita diciptakan segambar dengan Allah (Kej.1:26) dan  dengan “menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikian manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kej. 1:27). Maka konsep ‘rumahku” disini harus dimulai dari diri sendiri. Habitus baru ini harus menjadi praktik dan kebiasaan hidup setiap orang kapan dan dimana saja.

‘Rumahku’ selanjutnya menunjuk kehidupan bersama yang lain. Keluarga, menjadi pertalian bersama orang tua dan anak-anak, dimana habitus baru ini tumbuh dan dibiasakan sejak awal. Budaya Konsumtif hedonistik diganti dengan budaya kreatif-produktif bahkan harus bisa berinovasi mengembangkan apa yang ada dan memberi manfaat lebih bagi orang banyak.

‘Rumahku contoh green building‘ selanjutnya harus menjadi gerakan masyarakat pada umumnya. Semangat global yang telah mulai juga di Indonesia melalui Lembaga Bangunan Hujau (Green Building Council) Indonesia, kiranya semakin menjadi karakter hidup yang akan menentukan kebijakan dan kehebatan seseorang, bukan terlebih pada posisi atau jabatan di tengah masyarakat, sebaliknya sejauh mana seseorang berbakti memerangi budaya kerakusan yang mendatangkan kematian, dan menggantinya dengan kemampuan berkreasi dan berinovasi untuk memajukan budaya kehidupan yang bermakna bagi semua makhluk hidup.

Penulis : Bruno Rumyaru

Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa


Post Terkait

Comments