Pangan dan Kesejahteraan Bersama - Sebuah Refleksi Iman dan Ajaran Sosial Gereja

Dewasa ini dunia sedang dilanda tantangan hebat akan kebutuhan pangan. Organisasi Pangan Dunia (FAO) menyebutkan pada tahun 2015 hampir 800 juta orang di dunia kekurangan gizi kronis (https://www.fao. org/3/y2735id/y2735id.pdf). Hal tersebut semakin diperburuk dengan merosotnya kualitas Ekologi Global oleh karena bencana alam, perubahan iklim dan ditambah lagi dengan perang Russia dan Ukraina, kompetisi tidak sehat antar bangsa, kerentanan potensi konflik yang tidak berkesudahan. Dalam perspektif Iman dan Ajaran Sosial Gereja, penting sekali menjaga kedaulatan pangan untuk kesejahteraan semua secara adil.

Kerawanan pangan global, dalam perspektif tersebut, dipandang sebagai hambatan serius terhadap hak asasi dan martabat manusia. Gerakan bersama berkaitan dengan solidaritas pangan sangat termotivasi dengan Ensiklik Bapa Suci “Laudato Si”. Ensiklik Laodato Si memberikan afirmasi penguatan kedaulatan pangan dan mendorong inisiatif penyelamatan pangan lokal.

Ajaran Sosial Gereja memberikan perhatian khusus pada keadilan dan sifat sosial individu beriman. Keluarga, komunitas, solidaritas, partisipasi pengambilan keputusan yang mempengaruhi kesejahteraan bersama perlu terus dikembangkan dan dijaga. Utamanya keluarga menjadi tempat pematangan individu beriman dan tempat pembinaan Iman dan Ajaran Sosial Gereja secara integral (Bdk. Laudato Si, art. 213). Peraturan Daerah (Perda) No. 6 tahun 2019 tentang Ketahanan Pangan Daerah memberikan jaminan keamanan pangan dan memberikan pegangan hukum bahwa pada setiap level daerah dipastikan terjamin persediaan kecukupan pangan. Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan mengatur keamanan dan kepenuhan pangan dalam tingkat makro dan mikro menyangkut ketersediaan, akses dan kualitas serta keberlanjutan ketersediaaan pangan. Lebih lanjut Ajaran Gereja katolik menentang distribusi makanan global yang tidak adil dan menegaskan hak atas pangan.

Berkaitan dengan itu, umat beriman  dapat menjadi mitra pemerintah untuk membangkitkan nasionalisme pangan di seluruh negeri. Ekonomi kreatif berbasis pemberdayaan warga, kedaulatan rakyat untuk kemandirian dan memerdekaan warga.

Kesejahteraan tiap orang mempunyai hubungan dengan kesejahteraan umum, dan kesejahteraan umum hanya dapat ditentukan dengan memperhatikan kesejahteraan semua orang. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan hak atas pangan dan memastikan bahwa semua orang memiliki akses ke pangan yang cukup dan berkualitas.

Inisiatif umat beriman mendukung pemerintah mengantispasi perubahan iklim, pembuatan situ dan embung menghadapi musim kemarau panas panjang perlu terus ditumbuhkan. Target penyelesaian 13 situ dan embung di tahun 2023 serta peningkatan situ dan embung di NTT perlu memperoleh dukungan umat beriman. Hadirnya situ dan embung penampung air di berbagai daerah tersebut dapat menjadi wujud nyata umat beriman untuk membangun ketersediaan pangan dan kesejahteraan bersama. Di situlah iman katolik terus hidup dan pada saat yang sama Ajaran Sosial Gereja dipraktekkan untuk mencerdaskan pikiran umat beriman memberikan solusi tantangan kerawanan ketersediaan pangan dan kesejahteraan bersama di dalam kehidupan.

Sumber:
-. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Kesejahteraan Strategis Ketahanan Pangan dan Gizi 2020- 2024. (https://badanpangan.go.id/ storage/app/media/KSKPG%202020-2024%20_feb%202020.pdf
-. Food Agriculture Organization (FAO), Mencerdaskan pikiran Mengatasi kelaparan (https://www.fao.org/3/y2735id/ y2735id.pdf.)
Peraturan Daerah (Perda) No. 6 tahun 2019 tentang Ketahanan Pangan Daerah.  

-. Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan. (http://lipi.go.id/lipimedia/meningkatkan-ketahananpangan-nasional-dengan-konseppangan-fungsional-bagian1/16352.)

Penulis : Anastasia Bintari Kusumastuti - Tim Kontributor Kolom Katakese

Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa


Post Terkait

Comments