Obor Cinta bagi Masyarakat Kecil Tersingkir Pra Sejahtera di Cikarang

Pengertian Masyarakat Prasejahtera kita batasi sebagai kaum yang belum bisa dikelompokkan sebagai Masyarakat Sejahtera. Dalam Masyarakat pra sejahtera memiliki ciri-ciri utamanya yaitu tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar/pokok keluarga, meliputi:
a. Kesulitan memenuhi kebutuhan mendasar/faali (pangan dan sandang): makan kurang dari 3x sehari ; belum memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian
b. Tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan FasKes 1
c. Bagian lantai dari rumah adalah tanah, dinding belum permanen, serta atap rumah belum memenuhi kriteria atap yang baik
d. Minimnya pendidikan (tidak semua anak umur 7-15 tahun bersekolah) bahkan ada yang masih buta huruf.

 Menurut para ahli, tingkatan Kesejahteraan itu berjenjang :
1. Masyarakat Prasejahtera
2. Masyarakat Sejahtera I
3. Masyarakat Sejahtera II
4. Masyarakat Sejahtera III
5. Masyarakat Sejahtera Plus

 Mengapa hal itu bisa terjadi ? Biasanya karena faktor kemiskinan yang membuat suatu masyarakat prasejahtera. Kondisi yang demikian tidak boleh dibiarkan terus, karena sangat berpotensi menimbulkan berbagai bentuk penyakit masyarakat seperti pelacuran, gelandangan, pengemis, anak jalanan, keluarga gerobak, pencurian, perampokan, human trafficking dan lain-lain. Oleh sebab itu kaum prasejahtera harus diberdayakan dengan memberikan solusi yang tepat.

Kehidupan manusia di dunia ini tidak pernah luput dari aneka permasalahan. Permasalahan yang mendera hidup manusia antara lain perang antarbangsa atau negara, kekerasan, kemiskinan serta masalah lingkungan hidup. Menghadapi persoalan-persoalan di atas, apakah umat PCGIT akan tetap tinggal diam? Menjadi penonton tentang drama kehidupan ?

Umat PCGIT memposisikan diri sebagai pihak yang hadir untuk menawarkan keselamatan dan damai sejahtera sebagaimana yang diajarkan Yesus Kristus sendiri, yakni menjadi garam  dan terang dunia serta menjadi ragi dalam masyarakat (Mat 5: 13-16). Dengan demikian, setiap pengikut Yesus diminta untuk berperan secara aktif dalam membangun kerajaan Allah di dunia agar menjadi tempat yang lebih manusiawi dan pantas didiami manusia.

Umat Paroki Cikarang Gereja Ibu Teresa yang dijiwai oleh :
• Visi : Paguyuban umat beriman yang mau berbagi dan merakyat
• Misi : PCGIT berkehendak kuat untuk membangun paguyuban umat beriman (komunitas basis beriman penuh harapan) dalam ikatan persaudaraan sejati murid-murid Kristus, yang dijiwai oleh Roh Kudus, berani berkata 'cukup' kepada godaan duniawi, mempunyai spiritualitas berbagi dan jiwa merakyat (inkarnatoris) sehingga kehadirannya merupakan rahmat bagi masyarakat sekitar.
• KITAB SUCI : Dalam Perjanjian Lama (PL): Allah peduli kepada Masyarakat Prasejahtera. Ulangan 15:11 Allah mengatakan: “… Haruslah engkau membuka tangan lebar-lebar bagi saudaramu yang tertindas dan yang miskin di negerimu.” Yesaya 58:6-7 Allah katakan, “… supaya engkau membuka belenggubelenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!”.

Dalam Perjanjian Baru (PB) : “Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; 25:43 ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. 25:44 Lalu merekapun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? 25:45 Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. (Mat. 25:42-45)

Arah Dasar (ARDAS) 2023 Keuskupan Agung Jakarta : Tidak Jemu-jemu Mengusahakan Kebaikan Bersama. Pada tahun kedua (2023) dicanangkan sebagai Tahun Kesejahteraan Bersama, dengan demikian seluruh Gereja di KAJ, membuka tahun pastoral evangelisasi di tahun 2023 mengangkat tema “Kesejahteraan Bersama”.

Dalam kesempatan ini Romo Yustinus Ardianto yang mewakili Dewan Karya Pastoral KAJ menyerukan harapannya dengan berseru “Mari kita satukan doa-doa kita bersama seluruh Gereja di KAJ, agar kita bersama-sama bisa melakukan gerakan yang bagus untuk meningkatkan kesejahteraan umat dan masyarakat kita,”

Dalam homilinya, Kardinal Suharyo mengajak umat untuk semakin kreatif untuk mendalami dan mewujudkan kebaikan bersama, sehingga semakin tampak wajah Tuhan, untuk hidup dalam damai dan sejahtera. Tema yang menyangkut kebaikan bersama, dengan semakin mengasihi, semakin peduli, semakin bersaksi. “Amat banyak yang sudah kita lakukan. Kita yakin melalui berbagai usaha untuk mewujudkan kebaikan bersama, sekecil dan sesederhana apapun, kita menampakkan wajah Allah yang mulia, yang berbelas kasih, dan murah hati. Semoga niat-niat baik kita diberkati Tuhan, dan kita tidak jemu-jemunya untuk mengusahakan kebaikan bersama, sesuai dengan peran kita yang berbeda-beda.”

• Ajaran Sosial Gereja (ASG) Keberpihakan Gereja adalah kepada yang miskin/termiskin (Laborem Exercens, 8, Sollicitudo Rei Socialis, 42, Centesimus Annus, 11) maka prioritas utama harus diberikan kepada yang paling membutuhkan. Penerapannya :
a) memberi prioritas utama untuk membantu mereka yang benar-benar miskin/ membutuhkan bantuan
b) untuk ini diperlukan sistem dan kriteria yang jelas dan transparan

• Teologi kenosis: Kristus tidak hanya meninggalkan keallahan-Nya dan menjadi manusia miskin, tetapi lebih lagi yaitu mengidentifikasikan diriNya dengan mereka yang miskin dan malang (bdk. Mat 25:40; Ecclesia in Asia (EA) art. 34).

Keberpihakan Gereja kepada yang miskin adalah sebuah perspektif yang menguji berbagai keputusan-keputusan yang berkaitan dengan ekonomi dan dampaknya kepada kaum miskin (bdk. Economic Justice  for All: Pastoral Letter on Catholic Social Teaching and the U.S. Economy (EJA) art. 87). Apabila kebijakan publik menguntungkan mereka yang paling lemah, kelompok-kelompok lain yang lebih beruntung paling sedikit tidak akan dirugikan. Tetapi, hal ini tidak berlaku sebaliknya.

Komunitas yang sehat hanya dapat dicapai jika para anggotanya memberikan perhatian khusus kepada mereka yang memiliki kebutuhan khusus, yakni orang-orang yang miskin dan yang berada di pinggiran masyarakat. Karena pilihannya adalah membantu mereka yang tidak dapat membantu diri sendiri, prinsip ini bertujuan memberdayakan mereka dalam hidup bermasyarakat.

Keputusan dan kebijakan publik harus dapat membuat orang miskin mampu membantu diri sendiri (bdk. Economic Justice for All: Pastoral Letter on Catholic Social Teaching and the U.S. Economy (EJA) art. 24). Tetapi, prinsip ini tidak hanya berkenaan dengan tindakan dan sikap kepada kaum miskin. Paus Yohanes Paulus II menekankan bahwa Keberpihakan kepada yang miskin sekaligus adalah perwujudan dari “tanggung jawab sosial, gaya hidup, dan keputusan-keputusan yang kita buat berhubungan dengan kepemilikan dan penggunaan harta benda kita.” (Sollicitudo Rei Sosialis. (SRS) art. 42).

Keberpihakan Gereja kepada yang miskin tidak dapat dimaknai sebagai tindakan mengabaikan orang kaya dan kemudian melulu memperhatikan kaum miskin. Gereja ada bagi semua orang, apa pun status sosialnya. Tetapi, dalam situasi ketidakadilan dan penindasan, misalnya, Gereja perlu mengambil sikap dengan mengutamakan kelompokkelompok atau orang-orang yang paling dikorbankan dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri. Mereka yang miskin dan tak berdayalah yang terkena dampak paling berat dan karenanya meminta perhatian utama. Sementara golongan kaya memiliki cara-cara untuk membela diri, sehingga tidak terlalu membutuhkan bantuan dibandingkan dengan mereka yang miskin. Kaum miskin tidak mempunyai apa pun untuk melindungi dan membela diri sendiri. Mengabaikan mereka ini akan berarti “menjadi seperti orang kaya yang bersikap seolah-olah tidak melihat bahwa Lazarus terkapar di gerbang rumahnya (bdk. Luk 16:19-31).” (SRS art. 42).

Maka, jelas bahwa keberpihakan Gereja kepada yang miskin bukan prinsip eksklusif, yang meniadakan atau mengabaikan kelompok lain. Ini adalah sebuah pilihan (preferential). Mereka yang paling lemah dan paling malang, yang tidak mampu membantu diri sendiri, dipilih untuk diutamakan (bdk. EJA art. 86 & 94). (sumber : Obrolan tentang Ajaran Sosial Gereja dan penerapannya dalam hidup bermasyarakat dan bernegara)

 • Alternatif Pelayanan/Diakoinia :
1. Pelayanan Karitatif
2. Pelayanan Reformatif
3. Pelayanan Transformatif

 Jika diakonia karitatif diibaratkan memberi ikan kepada mereka yang lapar dan diakonia reformatif memberikan pancing, maka diakonia transformatif adalah mencarikan lahan kolam untuk tempat memancing yang sebelumnya telah dimonopoli para penguasa. Diakonia ini bersifat preventif dan didorong oleh rasa keadilan bukan belas kasihan.

REFLEKSI
Di tengah permasalahan sosial ekonomi yang nyata dalam kehidupan saat ini, pertanyaan yang mendasar untuk umat PCGIT adalah bagaimana umat PCGIT menyikapi masalah orang yang tidak cukup makan dan minum, tidak dapat membayar biaya kesehatan, tidak dapat membayar biaya pendidikan anak-anak mereka? Apakah cukup umat PCGIT berdoa dengan tekun? Atau disamping memohon kepada Tuhan dengan tekun, apakah umat PCGIT juga harus terlibat dalam tindakan yang nyata untuk membantu mereka terbebas dari kungkungan sosial ekonomi yang menyengsarakan, menyakitkan, menekan lahir dan batin? Lalu apakah tindakan nyata tersebut cukup dengan hanya memberi bantuan materi seperti yang sering dilakukan? Atau apakah ada cara lain?

Terima kasih. Salam Sehat penuh semangat mengentaskan kemiskinan. Berkah Dalem

Penulis : Aloysius Haryanto - Tim Kontributor Kolom Katakese

Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa


Post Terkait

Comments