Om John. Begitulah nama yang disebutkan ayah ketika tamu itu diperkenalkan kepada Santo dan Tere. Sepintas perawakannya biasa saja. Bila diam dan berada dalam kerumunan orang, mungkin tak banyak yang memperhatikannya. Namun berbincang dengannya … dari wajah dan jiwanya sungguh akan muncul aura tersendiri. Wajahnya riang dibalut senyum yang tak pernah lepas. Seolah beliau tak terbebani atau menyimpan kekhawatiran akan hidup. Apapunbuat dia harus “dinikmati”.
Kini beliau sudah pergi untuk selamanya menghadap Sang Pencipta, tetapi ingatan Santo akan tamu yang pernah berkunjung ke rumahnya ini masih selalu terngiang dalam benaknya. Waktu itu, ketika terjebak dalam kemacetan arus mudik lebaran ke arah Jawa Tengah, beliau tak kehilangan canda, “Mari kita nikmati indahnya terjebak dalam kemacetan. Toh besok lusa jalan akan kembali lancar. Syukurlah kita pernah mengalami, supaya kalau orang bercerita kita pun tahu rasanya”.
Mengenang teman ayahnya yang sudah tiada itu, Santo mendekati ayahnya yang sedang duduk membaca majalah. Seketika itu juga Santo mengajukan pertanyaan tentang Om John. Lalu ayahnya bercerita, “Beliau seorang dengan perinsip ‘Nikmati Saja’. Ayah mengenal beliau dalam sebuah pertemuan paroki di desa.
Awalnya ayah kurang simpati karena ayah pikir dia golongan orang ‘no action talk only’. Tetapi kemudian ayah tahu bahwa dia sangat rajin, disukai banyak orang. Dia bisa sekolah dari jerih payahnya sendiri. Ayahnya konon sudah meninggal ketika dia masih remaja. Tetapi justru titik balik dalam dirinya terjadi ketika itu. Semangat ayahnya yang dia sebut sangat mencintai dan mempercayainya membuat Om John tak pernah patah arang. Om John selalu yakin bahwa sang ayah selalu mendoakan dan memperhatikan dia dari sana”.
“Om John memang unik”, balas Santo mendengar keterangan ayah. “Ketika beliau bertamu waktu itu, Santo mendapat pencerahan bahwa hidup bagaikan perjalanan panjang. Katanya, kita harus menemukan saat-saat indah sepanjang perjalanan itu. Beliau mengakui bahwa kesulitan tidak bisa dihindari, tetapi sekaligus menekankan bahwa banyaknya tantangan bukan alasan untuk melewatkan kenangan indah sepanjang perjalanan hidup kita. Ada satu pepatah dari beliau ‘Never regret a day in your life. Good days bring you happiness and bad days give you experience’. Apakah pengalaman dan penghayatan yang sama yang membuat Ayah hampir tidak pernah marah pada Santo dan Tere?”.
Mendengar keterangan Santo, ayah menarik nafas panjang. Sambil memperhatikan wajah anaknya, lalu ayah mengangkat suara, “Ketika kalian masih kecil, ayah kerap ingin marah, membentak bahkan mencubit kalian berdua. Tetapi untunglah ayah punya teman seperti Om John ini. Ayah diberi tips untuk menikmati pertengkaran kalian, termasuk juga ocehan Ibu”.
“Ayah masih ingat ekspresi dan kata-katanya?”, tanya Santo. “Nikmati rewelnya anak-anakmu. Nanti kalau mereka sudah besar, kamu justru ingin mendengar ocehan mereka tetapi saat itu justru mereka sudah sibuk dengan teman dan pekerjaan mereka. Begitu katanya,“ tambah ayah. “Intinya beliau selalu mencoba menikmati hidup ya Yah?” tanya Santo lagi. “Iya betul. Tetapi beliau bukan orang yang santai. Beliau tetap kerja keras, hanya beliau berusaha untuk tidak kecewa bila hasil tidak sesuai dengan harapannya. Dari pertemuan Paroki di desa itu, ayah tahu bahwa dia orang yang terbuka, selalu berniat membantu orang. Dia juga suka makan yang enak... Itu yang membuat ayah tidak lupa bagaimana dia menikmati setiap rezeki”
“Wao luar biasa. Buat Santo, pengalaman ini adalah ramuan obat mujarab untuk masa depan Santo dan Tere. Doakan kami supaya boleh seperti Om John, atau seperti Ayah dan Ibu yangmampu menikmati kenakalan dan pertengkaran anak-anaknya” kata Santo menutup percakapan dengan ayahnya.
Penulis : Salvinus
Foto : Dokumentasi pribadi Warta Teresa