Adit berjalan lunglai memasuki gang menuju rumahnya. Dia berhenti sejenak di mulut gang rumahnya, menatap langit sejenak dan menghela nafas. Sore ini tidak seperti sore-sore sebelumnya. Cuaca yang sedikit mendung seolah menjadi bentuk dukungan alam atas perasaaan gundahnya hari ini. Mendung memang tidak terlalu gelap, namun siapa bisa menduga, alam saat ini seolah tidak mau lagi mengikuti kebiasaanya. Terkadang mendung gelap namun tidak berakhir dengan Hujan, sedangkan mendung tipis yang menggantung di langit seringkali malah memberi kejutan dengan kehadiran hujan meski kadang hanya sesaat. “Mungkin benar kata orang: mendung tidak berarti hujan,” bisiknya pelan.
Pagi tadi Adit harus menelan pil pahit, ketika Bu Harni, atasannya memanggilnya ke ruangannya. Pagi tadi langit masih cerah namun petir seolah menyambar keras di kepala Adit, ketika ia harus menerima pemberitahuan awal bahwa ia salah satu dari sekian karyawan yang harus dirumahkan sementara. “Maaf ya Dit, dengan berat hati ibu harus menyampaikan berita kurang enak ini. Tapi semoga kamu bisa memahami kondisi perusahaan saat ini.”, kalimat bu Harni mengakhiri. Adit hanya bisa mengangguk dan tersenyum kecut.
Sesampai di depan pagar rumahnya, Adit berdiri terpaku. Rasanya berat mengangkat tangan untuk membuka pagar rumahnya. Ditatapnya tulisan “Home Sweet Home” yang tertempel di pintu rumahnya. Rumah ini kecil namun selalu terasa nyaman dan hangat bagi Adit. Rumah tipe sederhana yang Adit perjuangkan untuk bisa membelinya meski dengan KPR yang masih panjang perjalanannya. Pulang ke rumah adalah momen paling membahagiakan bagi Adit, bukan saja karena rumah kecilnya yang selalu tertata rapi, namun karena ada Indah, istrinya, dan Dictus, anak mereka yang baru berusia 3 tahun. Adit selalu merasa seperti masuk taman Firdaus ketika melangkahkan kaki memasuki rumah, namun tidak kali ini!
“Papa pulang”, kata Indah sambil menggendong Dictus saat membukakan pintu. Adit hanya tersenyum sambil mencubit lembut hidung Dictus. Setelah melepas sepatu dan meletakkan tasnya, Adit langsung berjalan ke belakang untuk mandi. Adit berharap guyuran air akan mampu menyegarkan hati dan menghapus kekalutannya, sehingga dia siap untuk berbicara dengan Indah mengenai apa yang terjadi.
Selesai mandi dan berganti pakaian, Adit duduk di ruang makan. Indah yang baru saja menidurkan Dictus, keluar dari kamar dan mendekati Adit.
“Mau langsung makan mas?”
“Nanti saja, duduklah dulu, ada yang mau aku bicarakan dengan kamu”, sahut Adit sambil menunjuk kursi di depannya, memberi tanda Indah untuk duduk.
“Tadi pagi aku dipanggil ke ruang HRD. Bu Harni memberitahukan kepadaku kalau kondisi perusahaan saat ini sedang kurang baik. Perusahaan berencana untuk merumahkan sebagian karyawannya untuk waktu yang belum bisa dipastikan.” Adit mencoba berbicara setenang mungkin. “Dan aku termasuk di dalamnya.” Adit mengakhiri kalimatnya sambil menatap lekat wajah Indah, istrinya. Adit menunggu reaksi dari Indah atas berita tidak mengenakkan yang baru saja disampaikan.
“Lalu apa rencanamu mas?” Pertanyaan sederhana keluar dari mulut Indah setelah beberapa detik keheningan menyelimuti ruangan itu.
“Aku belum tahu,” Jawab Adit singkat sambil masih menatap wajah Indah. Adit masih menebak-nebak reaksi istrinya atas informasi yang baru saja dia sampaikan.
Indah menatap Adit lalu tersenyum, diraihnya tangan Adit dan digenggamnya lembut. “Yah… kita memang tidak pernah tahu perjalanan hidup ini”, kata Indah sambil menghela nafas. “Dengan kamu dirumahkan oleh perusahaan pasti tidak mudah buat kita. Pemasukan dari kamu pastinya berkurang.”
“Iya..” sahut Adit lemah.
“Kita coba jalani saja, mas. Masih ada waktu sampai akhir bulan untuk kita merencanakan apa yang harus kita lakukan dengan perubahan ini. Dari segi pengeluaran, aku akan mencoba melihat lagi apa saja yang bisa lakukan agar bisa lebih berhemat. Lalu kalau aku boleh usul, selama kamu dirumahkan, tentunya kamu jadi bisa membantuku berjualan online yang selama ini sudah kujalankan. Mudah-mudahan dengan ada tambahan bantuan dari kamu, jualanku lebih laris. Anggap saja kamu jadi maskot keberuntunganku.” Indah tertawa kecil.
“Ya benar katamu, aku juga bisa jadi ojek online di sela-sela membantumu”, timpal Adit sambil tersenyum lebar. “Mulai besok aku siapkan dulu motor kita agar benar-benar siap bekerja awal bulan depan, setelah itu aku akan cari informasi cara registrasi Ojol.”
“Sudah ayo makan, mas. Nanti setelah makan kita lanjutkan ngobrol kita, masih banyak yang bisa kita rencanakan untuk menghadapi masa pengangguranmu itu.”
“Enak saja pengangguran… aku hanya dirumahkan ya… Catat dirumahkan…”
Dan mereka pun tertawa Bersama sambil menikmati makan malam yang sudah disiapkan Indah.
***
Cerita di atas memang bukan kisah nyata. Kesamaan nama, tempat dan peristiwa hanyalah kebetulan belaka. Namun kisah keluarga Adit ini terinspirasi dari situasi nyata yang sangat mungkin terjadi dalam kehidupan masyarakat di sekitar kita. Tidak jarang kita mendengar bahkan mungkin mengalami sendiri peristiwa dirumahkan, PHK ataupun putus kontrak dalam kehidupan seorang karyawan di suatu perusahaan. Suatu hal yang “biasa” terjadi dalam dunia kerja.
Allah kita adalah Allah yang bekerja. Dalam kisah penciptaan, Kej 1 – 2: 3, Allah bekerja selama enam hari dalam proses penciptaan dan beristirahat pada hari ke tujuh. Dan inilah yang menjadi dasar dari pemahaman Gereja Katolik tentang makna dan nilai kerja. Manusia yang diciptakan secitra dengan Allah, melalui pekerjaannya, manusia ikut berperan aktif dalam kegiatan sang Pencipta, dan dalam batas-batas kemampuan manusiawiannya ikut serta dalam karya Allah yang terus-menerus dalam mengelola dan merawat dunia.
Surat apostolik Patris Corde oleh Paus Fransiskus pada tanggal 8 Desember 2020 memberikan dorongan bagi umat beriman untuk meneladan keu tamaan Santo Yosef terutama semangat hidupnya dan spiritualitas kerjanya yang sangat relevan untuk masa sekarang. Paus merefleksikan tujuh kualitas keutamaan yang dimiliki oleh St. Yusuf. Salah satu dari tujuh keutamaan tersebut adalah Paus menghormati Santo Yusuf sebagai figur seorang bapa pekerja.
Yusuf adalah seorang tukang kayu. Ia bekerja keras menghidupi Keluarga Kudus. Ia adalah pelindung para pekerja. Paus Leo XIII dalam Ensiklik Rerum Novarum merefleksikan teladan Yusuf sebagai seorang pekerja. Yesus belajar bekerja dan melayani dari sang ayah, Yusuf.
Bagi Paus Fransiskus, orang menjadi ayah bukan hanya karena status menikah dan memiliki anak. Semua orang menjadi ayah ketika ia memberikan hidupnya demi hidup orang lain. Dari Yusuf, kita belajar mengasihi dan melindungi anak-anak maupun sesama lain dengan hati seorang ayah. Dengan cara itu kita menjadi tanda kehadiran Bapa di sorga “yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar” (Mat 5: 45).
Penulis : FB. Sri Pamungkas - Tim Kontributor Kolom Katakese
Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa
Sumber-sumber :1. PATRIS CORDE, Surat Apostolik Bapa Suci Paus Fransiskus Pada Peringatan 150 Tahun Pemakluman Santo Yosef sebagai Pelindung Gereja Semesta, terj. DEPARTEMEN DOKUMENTASI DAN PENERANGAN KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA., Jakarta, 2020.
2. 7 Keutamaan St Yusuf [Patris Corde], dalam Christus Medium, 10 Desember 2020, https://christusmedium.com/2020/12/patris-cordis-belajardari-viat-yusuf/
3. Mendalami Arti dan Makna Kerja Menurut Ajaran Gereja, Roland MJ, dalam Iman Budi Pekerti, 01 Mei 2021, https://www.imanbudipekerti.com/2021/05/mendalami-artidan-makna-kerja-menurut.html