Kuasa Atas Seluruh Bumi

Tere terus memperhatikan ayahnya yang sedang duduk di gundukan tanah di taman. Pelan-pelan ia menghampirinya lalu bertanya, “Dari tadi saya perhatikan Ayah loh... katanya mau rapikan tanaman, tetapi saya lihat malah seperti duduk ngelamun? Apa sedang mengingat kisah dulu bersama Ibu atau seseorang yang lain? Tetapi kalau kisah dengan Ibu, mengapa mukanya tidak berseri-seri gitu”.

“Ah, anakku ini bisa saja. Memang muka ayah kelihatan muram atau gimana? Tetapi ternyata Tere seorang pengamat yang baik. Saat tadi merapikan tanaman, ayah tiba-tiba teringat akan sebuah kajian ilmiah yang menyatakan bahwa manusialah penyebab utama krisis ekologi saat ini. Mulai dari banjir longsor di satu pihak dan kekeringan serta kebakaran hutan di pihak lain. Lalu polusi dan perubahan iklim yang membuat permukaan air laut terus naik, sampah yang makin mengotori lingkungan, semua disebut terutama karena ulah dan dominannya manusia di muka bumi ini”.

“Lalu mengapa ayah melamun?” desak Tere. Sang ayah tidak dapat menyembunyikan kegalauannya lalu menjawab, “Ayah lagi berpikir tentang teks Alkitab mengenai pemberian kuasa dari Allah kepada manusia. Dari Kitab Kejadian, kalau tidak salah dikatakan … : “Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi taklukkanlah itu …” kata Santo tiba-tiba memotong kalimat ayahnya. “Itu dari Kejadian 1: 28. Apa benar teks itu yang Ayah
sedang pikirkan?” desak Santo.

“Atau Kejadian 1:26 yang menyatakan manusia berkuasa atas ikanikan di laut dan burung-burung di udara dan atau seluruh bumi?” sambung Tere tidak mau ketinggalan.

“Betul, ayat itulah yang ayah maksudkan. Kalian tahu mengapa ayah memikirkannya? Karena ayat itu mengandung pemberian kuasa Allah kepada manusia untuk menguasai bumi. Nah, di saat manusia menguasai bumi, mengapa malahan terjadi banyak bencana alam atau krisis ekologi? Jadi, intinya, ayah lagi merenungkan bagaimana hal ini dipahami dalam kacamata iman?”

Sambil memperhatikan wajah ayahnya, Santo kembali bertanya, “Apa Ayah pernah mendengar surat Paus sebagai Uskup Roma sekaligus pemimpin Gereja Katolik dunia yang lazim kita kenal dengan ensiklik ‘Laudato Si?’. Dalam ensiklik yang dikeluarkan di Vatikan tanggal 18 Juni 2015 itu Paus menegaskan makna penting yang terkandung dalam ‘pemberian kuasa kepada manusia’. Sejauh yang Santo tangkap, pemahaman yang benar menurut Paus perihal kuasa itu adalah ikut ‘memelihara alam ciptaan ini’. Kerusakan ekologi terjadi menurut Paus Fransiskus justru karena manusia ingin mengambil tempat Allah, dan menolak mengakui diri sebagai makhluk yang terbatas”.

“Ah, menarik ini”, kata ayah penasaran. “Betul Ayah, menarik”, potong Tere dengan cepat. “Ehhhhh… kok pada ngobrol bukan kerja? Tetapi apa sih yang ayah dan Tere maksudkan ‘menarik’ barusan? Ibu sudah selesai siapkan sarapan segala. Minum dulu yuuuuuu”, kata Ibu yang tiba-tiba muncul dari dapur membawa teh hangat”.

“Gini Bu. Kita barusan ngobrol tentang iklim yang tak menentu dan bencana alam serta krisis ekologi  lainnya. Lalu tadi Kak Santo bicara tentang Laudato Si. Ibu pernah dengar tidak?” gurau Tere.

“Eh… jangan pandang enteng dong. Sini saya kasih tahu. Laudato Si artinya ‘Terpujilah Engkau’. ‘Engkau’ di sini tertuju kepada Tuhan. Kata ini aslinya merupakan seruan Santo Fransiskus Asisi dalam ‘Kidung Saudara Matahari atau Puja-Pujian Makhluk-makhluk ciptaan’. Menyitir penghayatan santo Fransiskus dari Assisi, Paus mengajak kita semua untuk memandang bumi ini sebagai ‘saudari, rumah kita bersama’. Sebagai saudari, harusnya kita semua berbagi kehidupan dan memuji keindahan ibu bumi ini. Jangan pernah merusaknya, apalagi bumi ini milik kita bersama, termasuk generasi lanjutan kita. Jangan sampai rusak di tangan kita, diperlakukan semena-mena, dipandang dengan keserakahan dan arogansi”.

“Wah… Ibu ambil S2 atau S3 dimana nih?” goda Santo dengan nada tanya. “Jujur, setelah membaca ensiklik ini, dalam diri Santo muncul semacam kesadaran bahwa ‘kuasa’ yang dimiliki manusia dalam penciptaan adalah kuasa ‘partisipatif’ kepada Allah, jadi tidak pernah kuasa itu lepas dari Allah, Pemberi Mandat. Kalau Allah sendiri yang adalah Sumber Segala Kuasa, memperlakukan ciptaan dengan penuh cinta, maka otomatis kuasa yang ada pada manusia itu adalah kuasa untuk memelihara alam ciptaan ini. Jadi tidak ada kuasa untuk kebutuhan sesaat saja. Paus menyatakan bahwa setiap komunitas dapat mengambil apa yang
mereka butuhkan dari harta bumi untuk bertahan hidup, tetapi juga memiliki kewajiban untuk melindungi bumi dan menjamin keberlangsungan kesuburannya untuk generasigenerasi mendatang; karena akhirnya, Tuhanlah yang empunya”.

“Wah… Ayah mendapat banyak penyegaran pagi ini. Ayo kita selesaikan perapihan taman untuk memelihara bumi rumah kita. Tetapi sebelumnya mari kita nikmati minuman istimewa dari Allah yang sudah disiapkan Ibu”, seru Ayah dengan riang menutup pembicaraan sambil
mengambil secangkir teh.

Penulis : Salvinus

Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa


Post Terkait

Comments