Kepemimpinan Ekologis Dalam Perspektif Iman Katolik

Di tengah gegap gempita dinamika pemilu 2024 untuk memilih Presiden-Wakil Presiden, dan para anggota parlemen yang puncaknya diadakan pada tanggal 14 Februari 2024 nanti, refleksi tentang kepemimpinan ekologis dalam perspektif iman Katolik menjadi semakin relevan. Ensiklik Laudato Si, yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus pada 18 Juni 2015, mengajak kita umat Katolik untuk merenung tentang hubungan antara iman Katolik dan lingkungan alam.

Kepemimpinan ekologis Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si mengajarkan tiga hal berikut untuk kita simak dan praktikkan dalam kehidupan, khusus pada masa Prapaskah. Pertama, isu yang dibahas dalam dokumen ajaran sosial Gereja Laudato Si adalah isu lingkungan hidup. Isu ini mengajarkan kita umat Katolik untuk peduli dan memiliki perhatian terhadap pelestarian dan perawatan lingkungan hidup kita masing-masing. Kedua, Paus Fransiskus mengeluarkan ensiklik Laudato Si ini sebagai tanggapan terhadap krisis ekologi global dan keadilan sosial. Sikap ini mengajarkan umat Katolik untuk berani terlibat aktif dalam gerakan menjaga dan melestarikan lingkunan. Ketiga, Ensiklik Laudato Si menjunjung tinggi ekologi gerejawi dengan memuat gagasangagasan dari berbagai tokoh Gereja yaang berbedam, seperti gagasan Paus Yohanes Paulus II, Benediktus XVI dan dari Patriark Gereja Ortodoks Timur Bartolomeus I (Dokpenkwi, 2016). Teladan ini mengajarkan umat Katolik untuk bersikap inklusif dalam kehidupan menggereja, sehingga menghasilkan buah-buah roh kesatuan dan kasih sayang (Bdk. Komisi Komunikasi Sosial KAJ, 2015).

Teladan kepemimpinan ekologis Paus Fransiskus menginspirasi umat Katolik dan menjadi teladan untuk dipraktikkan selama masa Prapaskah melalui pelatihan pengendalian diri dan askese mengarahkan keinginan, kehendak dalam mengikuti Tuhan. Seba gaimana Yesus berpuasa di padang gurun (Mat 4:1-11), masa puasa dalam Prapaskah adalah kesempatan umat Katolik berolah rohani untuk mengendalikan diri (Amsal 23:1-3), mengarahkan keinginan dan kehendak untuk hidup seturut Injil dan kehendak Tuhan (Bdk. Fil 1:27-30). Dengan itu kita berlatih kerendahan hati, penyerahan diri dengan penuh harapan, pertobatan ekologis yang menyelamatkan. Ketika konsumerisme menjadi penyebab utama krisis ekologi, kita diajak melaksanakan puasa dalam bentuk praktik mengendalikan keinginan memiliki yang tidak teratur dan napsu mengonsumsi komoditas secara berlebihan. Ketika ketidakseimbangan lingkungan alam yang terjadi menimbulkan bencana alam, perubahan iklim ekstrim, dan alam tidak lalgi ramah terhadap kehidupan, refleksi kritis, kontrol diri dan aksi konkrit askese ekologis dalam kehidupan menjadi bentuk praktik puasa yang memerdekakan.

Dalam mengatasi krisis lingkungan, perlu kepemimpinan ekologis dalam dunia pendidikan dan penghayatan iman. Tanggung jawab kepemimpin diungkapkan dalam kebijakan pendidikan ekologis. Pendidikan ekologis ini perlu diperkuat dengan pembiasaan penghayatan iman ekologis dalam tingkat domestik dalam keluarga, lokal di lingkungan dan paroki, nasional malupun global. Dengan demikian pendidikan dan penghayatan iman ekologis dibiasakan dalam hidup keseharian.

Selama masa prapaskah umat Katolik perlu melakukan praktik bentuk pertobatan kepemimpinan ekologis untuk melihat alam lingkungan sebagai anugerah ciptaan yang sakral yang perlu dirawat dan dilestarikan. Pemimpin yang ekologis akan menjamin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik (Bdk. Arianto, Firmanto, Aluwesia, 2021). Alam lingkungan adalah tempat kita belajar dari bumi untuk menjadi pemimpin yang selalu memancar keluar siap memberi dan melayani. Dari matahari kita belajar spiritualitas keikhlasan dalam kepemimpinan ekologis untuk memberi tanpa mengharapkan imbalan kembali. Kepemimpinan ekologis seperti ini menjadi landasan pelayanan, pertumbuhan, perkembangan dan sukacita yang memancar dalam kehidupan. Mencintai lingkungan menjadi sarana memperoleh sukacita dan perdamaian.

Kepemimpinan ekologis di bidang sipil dan politik memberi landasan iman  umat Katolik berpartisipasi dalam dunia sipil dan politik untuk membangun dunia dan masyarakat yang lebih baik. Dengan tema APP tahun 2024 “Memperkuat Solidaritas dan Subsidiaritas untuk Mewujudkan Kesejahteraan Bersama”, umat Katolik diamanatkan menghadirkan aksi puasa pembangunan dengan melaksanakan tanggung jawab untuk menjaga dan menghormati ciptaan Allah khususnya penghormatan martabat manusia untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Melalui kegiatan pertobatan ekologis (Tukan, 2023), praktik-praktik olah rohani pengendalian diri, dan melalui kepemimpinan ekologis dalam pelayanan, semangat solidaritas dan subsidiaritas umat Katolik semakin bisa dipraktikkan dalam aksi puasa pembangunan (APP) selama masa Prapaskah dan dilanjutkan dalam kepemimpinan ekologis hidup sehari-hari.

Sumber:
1. Arianto, A., Firmanto, A.D., & Aluwesia, N.W. (2021). Tindakan Ekologis Gereja Katolik Di Indonesia dari Perspektif Moral Lingkungan Hidup William Chang. Forum, ejournal.stftws.ac.id, http://ejournal.stftws.ac. id/index.php/forum/article/view/ 382
2. Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Wali Gereja Indonesia. (2016) Laudato SI’. Terpujilah Tuhan. Jakarta: Dokpen KWI
3. Komisi Komunikasi Sosial KAJ. (2015). Ketika Paus Merangkul Semua dalam Ensikliknya “Laudato Si”, https://www.kaj.or.id/read/2015/07/09/8856/ketika-pausmerangkul-semua-dalam-ensikliknyalaudato-si.php
4. Tukan, PB (2023). Pertobatan Ekologis sebagai Upaya Pemulihan Moral Bangsa: Tinjauan Ensiklik Laudato Si Paus Fransiskus. Jurnal AKADEMIKA, repository.iftkledalero.ac.id, http://repository.iftkledalero.ac.id/id/eprint/1635 

Penulis : Andreas Yumarma - Tim Kontributor Kolom Katakese

Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa


Post Terkait

Comments