Inti iman Kristen adalah kebangkitan. Tanpa kebangkitan maka hidup di dunia ini tanpa arah, tanpa motivasi, tanpa makna. Semuanya hanya sementara dan akan berujung pada kesia-siaan. Tiada guna berbuat baik, tiada guna segala jerih payah dan keuletan hidup karena suatu saat akan berlalu.
Hidup di dunia ini justru menjadi istimewa karena kebangkitan. Kebangkitan memberi makna bahwa kematian bukanlah akhir segalanya. Yesus bangkit bukan hanya berarti Dia mengalahkan maut, tetapi juga dan terutama berarti bahwa Dia kini tetap hidup, dan akan hidup selamanya menyertai kita.
Itulah keyakinan yang muncul dalam diri para murid setelah Yesus berulangkali menampakkan diri kepada mereka. Mereka tahu bahwa “yang menampakkan diri” kepada mereka adalah sosok yang dulu bersama dengan mereka. Namun mereka juga menjadi sadar, bahwa Guru mereka bukan hanya sekedar hidup kembali, tetapi hidup untuk selamanya. Kehadiran-Nya tidak lagi terikat oleh ruang dan waktu. Dia bisa muncul tiba-tiba, tetapi bisa pula menghilang dalam sekejap.
Lewat Pentakosta, semuanya menjadi jelas. Kristus yang bangkit meng- utus Penolong yang Lain, untuk menyertai mereka selama-lamanya (Yoh 14:16). “Api semangat” turun ke atas mereka. Roh Kudus memampukan mereka berkata-kata dalam bahasa lain. Roh Kudus menghalau keraguan dan menyadarkan mereka bahwa hidup yang “dewasa” adalah hidup yang terarah pada orang lain, tidak fokus pada diri sendiri. Mereka menjadi berani keluar dari ketakutan yang menghantui.
Kini mereka melihat hidupnya sebagai seorang peziarah. Tujuan hidup tidak diletakkan sebatas di dunia ini. Namun demikian, mereka tidak juga melihat dunia sebagai tempat pengungsian semata yang terpaksa didiami. Dunia memang hanya sementara, namun dari dunia ini kita menaruh harapan akan bangkit bersama dengan Kristus yang mulia. Kita pantas untuk tersenyum dan bersyukur apapun yang terjadi di dunia ini, karena di sana Roh Kristus selalu hadir bersama kita.
Barnabas tidak mengalami “power syndrome”, ketika Paulus beradu argumentasi dan memisahkan diri dalam karya pelayanan mereka (Kis 15:39). Ia tetap bersyukur boleh ambil dalam karya pelayanan Allah. Sesuai namanya (Bar=anak dan Naba/Nabi=penghiburan), kiranya dia senantiasa bersyukur telah mencari Paulus di kota kelahirannya Tarsus ketika Paulus masih kurang percaya diri (Kis 11:25). Kesuksesan Paulus adalah kesuksesan bersama, adalah karya penyertaan Allah. Ada yang menanam, ada yang menyiram, tetapi Allahlah yang memberi pertumbuhan (bdk I Kor 3:6).
Sumber: Salvinus
Sumber gambar: Dokumen Pribadi Warta Teresa