Gereja dan Bela Rasa

“Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka”
(Mrk. 6:34)

Liturgi gereja di Minggu Biasa ke-16 mewartakan karakteristik iman kita tentang siapakah Tuhan di mata iman kita. Tuhan mewartakan dan mewahyukan diri-Nya menjadi pokok keyakinan kita. Berikut beberapa pokok iman kita, seperti diwartakan Bunda Gereja.

Tuhan Sang Gembala
Peran Tuhan sebagai Gembala menjadi pokok keyakinan kita tentang kehadiran Tuhan dalam seluruh hidup manusia. Tuhan tinggal dan berdiam dalam sejarah kehidupan manusia. Mazmur Daud yang terkenal, “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku” (Mzm. 23:1).

Sebagai Gembala, Tuhan mengenal domba-domba-Nya. “Dan Aku sendiri akan mengumpulkan sisa-sisa kambing domba-Ku dari segala negeri ke ana Aku menceraiberaikan mereka, dan Aku akan membawa mereka kembali ke padang mereka: mereka akan berkembang biak dan bertambah banyak” (Yer.23:3).

Tuhan menjadi Gembala waktu dan sejarah manusia. Dengan kata lain, sejarah manusia menjadi penyelenggaraan-Nya, “Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman Tuhan, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud” (Yer. 23:25). Tuhan Sang Gembala, menjadi nyata dalam diri Kristus, Sang Gembala Agung. Yesus menjadi pusat, daripada-Nya, gambar Gembala sejati itu berasal, Dialah “pintu” kepada domba-domba.

Kata Yesus, “Akulah pintu ke domba-domba itu ... Akulah pintu; barang siapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemuka padang rumput ... Akulah Gembala yang baik, Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya ...” (Yoh. 10:7,9,11).

Gereja Berbela Rasa
Tuhan hadir dan berkarya melalui Gereja-Nya. Dengan kata lain, Gereja tidak menghadirkan dirinya sendiri. Sebaliknya Gereja mewartakan bahwa Tuhan hadir dan berkarya melalui Gereja-Nya, melalui tindakan dan kegiatan liturgis, melalui Sakramen-sakramen Gereja, melalui kehadiran umat yang berkumpil atas nama Kristus (bdk. Mat.18:20).

Gereja merayakan dan mewartakan kepada dunia, Tuhan yang tetap hidup dan hadir, “... tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala” (Mrk. 6:34b). Gereja tidak hanya bersimpati, tetapi berempati, berbela rasa dengan siapa saja yang bingung, dan tidak memiliki tumpuan atau pegangan hidup. Gereja mewartakan keyakinan akan Tuhan yang tidak pernah meninggalkan umat-Nya.

Semua Orang adalah Sesama
Gereja mengajarkan bahwa kita semua adalah sama. Semua orang harus tergerak untuk membangun persaudaraan dan persahabatan sosial karena tidak seorangpun bisa menghadapi hidup sendirian. Kehidupan ini harus menjadi satu keluarga umat manusia dimana kita adalah “saudara dan saudari semua”.

Kita menjadi satu keluarga dan mengetahui bahwa dunia hidup kita sedang ditandai banyak penyimpangan seperti manipulasi dan deformasi konsep-konsep demokrasi, kebebasan, keadilan’ hilangnya makna komunitas sosial dan sejarah (Ensiklik Frateli Tutti). Ada aneka macam ketimpangan, ada banyak kuasa kejahatan yang sedang ada dan mengganggu ketenteraman hidup manusia.

Sebut saja pandemi global dengan segala macam varian yang ada. Keadaan pandemi itu bisa menimbulkan banyak pola tingkah laku yang berbeda. Ada banyak praktek solidaritas di antara masyarakat, berbela rasa satu sama lain, menjadi saudara satu dengan yang lain. Tidak mustahil juga bahwa orang menggunakan situasi pandemi ini untuk kepentingan sepihak, menyebarkan berita-berita yang menakutkan, menggelisahkan, bahkan mencari keuntungan dari orang lain dengan memanfaatkan situasi sosial yang tidak normal seperti ini.

Penulis : Bruno Rumyaru

Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa


Post Terkait

Comments