Berdoa dengan Sabda Tuhan

Dalam Bulan Kitab Suci ini, sudahkah kita bertekun membaca, merenungkan, dan meresapkan Sabda Tuhan? Mungkin kita merasa bingung ketika “membaca” Kitab Suci karena tidak merasa tersentuh olehnya. Membaca Kitab Suci membutuhkan keheningan batin untuk meresapkan Sabda-Nya dan berdoa. Lalu, apakah Gereja mempunyai tradisi doa dengan Kitab Suci?

Tradisi doa dengan merenungkan Kitab Suci telah dimulai sejak awal Kristianitas dan berkembang dalam biara monastik pada abad ke-5 Masehi. Tujuannya adalah menemukan kehendak Tuhan dalam Sabda-Nya bagi kehidupan iman kita. Menurut St. Ignatius dari Loyola dalam Latihan Rohani, terdapat 3 cara berdoa dengan Kitab Suci, yaitu kontemplasi, meditasi, dan konsiderasi

Tiga cara tersebut diawali oleh persiapan batin dengan mempersiapkan teks Kitab Suci yang
akan direnungkan. Lalu, hendaknya kita mempersiapkan posisi dan tempat doa yang mendukung konsentrasi dan keheningan. Kita pun memohon karunia Roh Kudus agar dapat
mendengarkan kehendak Tuhan melalui Kitab Suci. Ketika membaca Sabda-Nya, kita melakukannya secara perlahan, penuh perhatian, dan berulang-ulang sampai sungguh mencecap.

Kontemplasi berarti kita melibatkan segala indra, perasaan, dan lahirnya hati ketika merenungkan Sabda Tuhan. Dengan membiarkan daya fantasi dan imajinasi, kita akan mengalami sentuhan dan sapaan Allah melalui ingatan peristiwa Kitab Suci. Di akhir doa, kita menerapkan pengalaman tersebut dalam hidup kita, lalu kita berwawancara dengan Yesus, Allah Bapa atau tokoh lain.

Dengan melibatkan daya budi, meditasi berarti merenungkan peristiwa Kitab Suci secara rinci dan mencoba memahami makna di baliknya. Melalui cara doa ini, kita hendak menghadirkan peristiwa Yesus dan tokoh lain secara konkrit dan hidup, lalu merenungkannya dalam hidup kita saat ini. Buah dari meditasi adalah kita dituntun-Nya untuk memutuskan apa yang sebaiknya dilakukan dalam hidup.

Cara ketiga adalah konsiderasi. Berdoa dengan konsiderasi berarti kita menimbang-nimbang dan memahami makna teks Kitab Suci untuk dunia sekarang dan hidup kita. Cara ini telah dilakukan penulis Kitab Suci zaman dahulu untuk mempertimbangkan peristiwa dan makna bagi masa hidupnya. Doa ini lebih bersifat aktif dibandingkan dengan kontemplasi dan meditasi.

Setelah melakukan cara berdoa tersebut, kita mengadakan refleksi atas pengalaman doa. Refleksi tersebut dituntun oleh pertanyaan: Bagaimana jalannya doa? Batin dan budi mengalami penerangan apa? Hati dan perasaan mengalami pengalaman batin apa? Kehendak
kita dibawa dan digerakkan ke mana? Apakah kita merasa terhibur atau merasa sepi? Melalui
berbagai cara tersebut, Allah membantu kita agar iman, harapan, dan kasih bertumbuh dalam realitas hidup konkrit.

Inspirasi : “Berdoa dengan Alkitab” dalam Latihan Rohani St. Ignatius Loyola, hlm. 245-248.

Penulis : Fr. Carolus Budhi Prasetyo

Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa


Post Terkait

Comments