Apakah yang kamu cari ……

Identitas Kristiani dan ‘Citra Seremonial’

Lingkaran masa khusus dengan tendensi Natal telah selesai, dan liturgi gereja di Hari Minggu tanggal 17 Januari 2021, telah menunjukkan bahwa kita telah memasuki masa biasa, tepatnya Minggu Biasa II. Lingkaran (tahun gereja) itu tetap berputar, momen dan peristiwa mulia Natal dengan segala gegap gempitanya seakan hanya tampil sebentar dan (sekejap) pergi menunggu giliran berikut.

Demikian percak-percik ornamen masa Natal itu telah disimpan lagi sampai pada waktunya menjadi alternatif penghias belaka. Inilah realitas keberadaan yang ‘seremonialistis’. Semangat hidup dengan segala kreatifitas dan inovasi untuk membuat perayaan mulia itu tampil semarak seakan telah selesai.

Kita kembali menjalankan rutinitas tugas dan karya untuk memenuhi kewajiban dan kebutuhan hidup, apalagi masih di tengah ketakutan dan kecemasan menghadapi pandemi virus COVID-19 yang belum selesai. Tidak mustahil cara pandang dan pemahaman serta penghayatan kekristenan ini terkadang hanya sebatas ritual-seremonialistis belaka. Yesus sendiri mengkritik sikap seperti ini, “… Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh daripada-Ku..” (Mrk.7:6).

Seremonial gerejawi setiap bulan Desember, tepatnya Pesta Natal, kiranya melebihi praktik dan semangat ritual tahunan yang sekali datang, meminta banyak kesibukan dan menyisakan berbagai artifisial-temporal dan partial belaka. Lebih dari itu, makna Natal membawa pesan istimewa bagi diri dan hidup kita di tengah segala pergumulan hidup ini. “…, Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”, demikian kata Yesus (Yoh.10:10).

Identitas kristiani mendapatkan dasarnya pada keyakinan bahwa Allah beserta umat-Nya, bahkan menjadi jaminan dan tebusan dari segala kenistaan dan ‘kehinaan kandang’ kehidupan kita. Tuhan telah mengangkat yang hina dan fana menjadi ‘medium salutis’ (sarana keselamatan), serta “Ia memberikan nyanyian baru dalam mulutku untuk memuji Allah kita” (Mzm. 40:4a).

Identitas sebagai pengikut Kristus mewujudnyata dalam kata dan tingkah laku kita kapanpun, dimana saja serta dengan siapa saja kita bersua. Identitas ini bukanlah otomatis serta tanpa usaha dan perjuangan untuk mengalahkan pengaruh-pengaruh yang jahat.

“Apakah yang kamu cari….” (Yoh.1:38), bagian dari Injil hari ini, kiranya menjadi pertanyaan Yesus yang sama kepada setiap kita yang mau menjadi pengikut-Nya. Praktek ritual keagamaan dan kegerejaan tidak pernah hanya menjadi kebiasaan basa-basi di mulut saja. Identitas ini kiranya melahirkan praktik dan karakter diri dan hidup yang terbuka, mempersatukan semua pihak dalam kepelbagaian keberadaan. Praktek dan orientasi hidup kita haruslah menjadi jelas. Kita bisa membedakan apa yang menjadi kehendak Tuhan, dan apa yang bisa menjauhkan kita daripada-Nya karena memang bertentangan dengan kehendak-Nya.

Rasul Paulus mengingatkan kita, seperti halnya kepada umat Korintus, “Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? …(1Kor. 6:15a). “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah,-dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!”(1Kor. 6:19-20), seperti yang dibacakan dalam bacaan kedua di hari minggu permulaan masa biasa ini. Inilah pegangan kita bahwa jati diri kita adalah diam dalam Kristus yang telah memenangkan kita dan membimbing kita sepanjang jalan kehidupan ini.

Akhirnya, kami mengucapkan selamat kepada para katekumen dan komuni pertama Paroki Cikarang, kelompok pertama yang baru saja dibaptis Sabtu, 16 Januari, maupun kepada gelombang kedua yang akan menerima baptisan baru, Sabtu, 23 Januari 2021.

Kita semua telah menjadi milik Kristus. Maka seperti Paulus, kita pun bisa berucap, “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Gal. 2:20).

Penulis : Bruno Rumyaru

Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa


Post Terkait

Comments