Makna Anamnesis dalam Liturgi Perayaan Ekaristi

Anamnesis dalam bahasa Yunani dan anamnese dalam bahasa Latin memiliki arti “pengenangan” (Muliati et al., 2024). Bagian anamnesis ini penting dalam perayaan liturgi Ekaristi karena anamnesis menjadi saat-saat suci yang menjembatani waktu, ingatan, dan kenangan akan peristiwa abadi dalam karya penyelamatan. Ajakan imam “Marilah kita maklumkan misteri iman” kemudian dijawab oleh umat dengan mengatakan “Wafat Kristus, kita maklumkan. KebangkitanNya kita muliakan. Kedatangannya kita rindukan.

Amin”. Anamnesis dalam liturgi ekaristi ini mengajak umat beriman untuk lebih dari hanya sekadar mengenang, tetapi terutama untuk membawa umat beriman hadir dan mengalami perjumpaan dnegan peristiwa keselamatan melalui pengorbanan Yesus di kayu Salib. Perjamuan kudus diamanatkan pelakksanaannya untuk mengenang kembali pengorbanan Yesus bagi penebusan dosa umat manusia (Tohatta, 2023). Dalam tradisi liturgi Ambrosius, perjamuan suci dan ekaristi dihayati sebagai kurban pujian dan syukur (Belcher, 2019). Di sini pengorbanan Yesus Kristus menjadi nyata terasa, karena pada saat wafat kristus kita maklumkan, kebangkitan-Nya kita muliakan dan kedatangannya kita rindukan, kita seluruh umat beriman berpartisipasi dalam pengalaman pergulatan dinamika misteri iman Wafat dan Kebangkitan Tuhan. Anamnesis menyatukan seluruh umat Allah, dan sekaligus mengingatkan kita umat beriman bahwa kita bukanlah individu yang terisolasi tetapi bagian dari persekutuan orang-orang kudus—saksi hidup akan cinta kekal yang menopang dan mendasari eksitensi dan misi keberadaan Gereja.

Anamnesis sebagai Jembatan Pada Pengalaman
Kata anamnesis berasal dari kata yunani ἀνάμνησις (anamnesis), yang artinya ingatan, memori, mengingat kembali, rekoleksi atau pengenangan (Lappin. M. & Reilly. S., 2021). Anamnesis dalam perayaan liturgi ekaristi mengandung kedalaman makna pengenangan perjumpaan dengan pengorbanan Kristus. Pada perjamuan terakhir bersama para rasul, Yesus mengatakan “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” (Bdk. Luk 22:19, 20). Ungkapan tersebut memiliki makna menghadirkan peristiwa lampau menjadi nyata pada saat ini. Dengan demikian pengorban Kristus bukan sekedar kisah(peristiwa dari masa lampau yang sudah selesai tak ada kaitannya dengan hidup sekarang), tetapi peristiwa tersebut hadir sekarang menjadi sejarah(peristiwa yang berkaitan dengan kondisi hidup sekarang, menjadi bagian peristiwa-peritiwa umat beriman yang sedang terjadi). Dengan kata lain, peristiwa pengorbanan Kristus tidak sekedar seperti hikayat(cerita-cerita lawas dari leluhur zaman dahulu), tetapi peristiwa pengorbanan Kristus itu menjadi suatu riwayat umat beriman(yaitu peristiwa pengorbanan Yesus sebagai bagian tak terpisahkan dari peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung sekarang di tengah umat beriman). Oleh karena itu, anamnesis menjadi jembatan sejarah keselamatan dengan pengalaman sekarang, sehingga Kristus yang mempersembahkan tubuh dan darah-Nya di kayu salib bagi keselamatan umat manusia menjadi realitas sekarang yang betul-betul dialami dan dirasakan oleh umat beriman.

Anamnesis sebagai Gerbang Memasuki Misteri Paskah
Melalui anamnesis umat beriman memasuki misteri Paskah, karya penye lamatan Kristus melalui Wafat dan Kebangkitan. Doa ekaristi menghadirkan tindakan karya penyelamatan sekarang. Ketika imam mengucapkan doa konsekrasi mengubah roti dan anggur, kita umat beriman berjumpa dengan Kristus yang hidup, yang melampaui ruang dan waktu. Anamnesis menjadi perjumpaan sakramental dengan Tuhan yang bangkit. Umat beriman dengan mengenang sengsara, wafat dan kebangkitan berpartisipasi secara nyata dan aktif dalam makna abadi misteri Paskah Wafat dan Kebangkitan Tuhan.

Dalam liturgi perayaan ekaristi, umat beriman berlutut dalam kehadiran ilahi dimana kemenangan Kristus atas kematian menjadi inti pengharapan iman. Melalui anamnesis umat beriman menerima kehidupan melaluiTubuh dan darah Kristus sehingga umat beriman mengambil bagian dalam misteri Paskah yang sama. Menurut Ron Browning, anamnesis dan perantaraan (intercession) berkaitan sangat erat (Browning, 2024). Melalui anamnesis umat menjadi bagian dari sejarah abadi keselamatan, menjadi saksi kasih abadi yang melampaui batas waktu. Kasih yang sama juga menopang Gereja dan seluruh umat beriman.

Anamnesis pada liturgi perayaan ekaristi mengalir dalam kehidupan sehari-hari sebagai landasan untuk senantiasa bersyukur penuh pengharapan akan kemenangan atas kematian dalam suka cita kebangkitan. Oleh karenanya ekaristi menjadi sumber kekuatan dalam pelaksanaan misi Gereja. Sebagai sumber, kita umat mengambil kekuatan rohani pada liturgi perayaan ekaristi supaya menuntun arah kehidupan sehari-hari. Melalui liturgi anamnesis, umat beriman berparitsipasi dalam tindakan historis Yesus Kristus (Chase, 2023). Mengenang sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan serta merindukan kedatangan kembali Tuhan yang bangkit, menghadirkan terang misteri Paskah yang menjadi pusat iman dan pengharapan seluruh umat beriman.

Hidup dalam Sukacita, Penuh Pman dan Pengharapan
Pengenangan pengorbanan Yesus melalui sengsara, wafat dan kebangkitn pada liturgi perayaan ekaristi memperkokoh iman dan pengharapan umat beriman akan makna misteri Paskah dalam karya penyelamatan. Kilmartin menggarisbawahi peran Roh Kudus dalam imamat pelayanan dan anamnesis (Hahnenberg, 2005), sehingga puji syukur atas anugerah iman karya penyelamatan dan pengharapan meneguhkan umat beriman dalam hidup keseharian untuk selalu hidup dalam sukacita, penuh iman dan pengharapan. Kecemasan, perubahan-perubahan dan tantangan aneka dinamika kehidupan tidak perlu membuat umat beriman terpisah dari sukacita, kasih abadi dan pengharapan. Karena melalui sukacita, iman dan pengharapan, karya-karya pelayanan Gereja dan kebaikan-kebaikan yang dilakukan dalam Roh Kudus akan membuat hidup umat beriman makin berkenan bagi Tuhan dan semakin dicintai oleh alam dan masyarakat sekitar. Sukacita, kasih dan iman yang hidup selalu membuat kita bergerak keluar, berseru memuliakan Tuhan, meneruskan kegembiraan perjumpaan dengan Tuhan pada orang-orang tercinta serta lingkungan sekitar sehingga semakin banyak orang merasakan kasih kebaikan dan karya penyelamatan Tuhan.

 

Referensi:
-. Belcher, K. H. (2019).
Consecration and Sacrifice in Ambrose and the Roman Canon. Studia Liturgica, 49(2), 154–174. https://doi.org/10.1177/0039320 719865639
-. Browning, R. (2024). I
ntercession and Anamnesis in the Eucharist. Journal of Anglican Studies, 1–15. https://doi.org/ 10.1017/S1740355323000669
-. Chase, N. P. (2023).
The Ascent Into Heaven: An Answer to the Problem of Time in Liturgical Anamnesis. Studia Liturgica, 53(1), 5–23. https://doi.org/ 10.1177/00393207221118694 Hahnenberg, E. P. (2005). Anamnesis in the Thought of EDWARD J. KILMARTIN, S.J. Theological Studies, 66(2005), 253–278.
-. Lappin. M., & Reilly. S. (2021).
Formation of the Heart: Memory, Liturgy, and the Identity of Catholic Student Teachers. International Catholic Journal of Education, 94–110.
-. Muliati, A., Setyoningrum, Y., & Tjandra dipura, C. (2024).
Narasi Sakralitas Liturgi Ekaristi pada Ruang Panti Imam Gereja Katolik St. Petrus Bandung dalam Tayangan Misa Live-Streaming. 10(January), 477–494.
-. Tohatta, D. (2023).
Makna Inklusivitas Perjamuan Kudus sebagai Ruang Perjumpaan dengan Penyandang Disabilitas. Indonesian Journal of Theology, 11(2), 366–383. https://doi.org/ 10.46567/ijt.v11i2.391

 

Penulis :  Andreas Yumarma - Tim Kontributor Kolom Katakese

Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa


Post Terkait

Comments