I. KELUARGAKeluarga merupakan bagian terpenting dalam Gereja maupun masyarakat. Banyak orang mengatakan tidak mungkin ada kehidupan masyarakat yang baik bila tidak ada keluarga yang baik di dalamnya. Dengan logika yang sama kerapkali dikaitkan dengan kehidupan Gereja: “Tidaklah mungkin Gereja mandiri dan berbuah bila tidak didukung oleh keluarga-keluarga Katolik di dalamnya”.
Gereja mengakui bahwa keluarga adalah sel terkecil dalam masyarakat, karena di dalam lingkungan masyarakat seluruh jaringan hubungan sosial dibangun dan dibentuk. Melalui kehadiran dan peran anggota-anggotanya, keluarga menjadi tempat asal dan upaya efektif untuk membangun masyarakat yang manusiawi dan rukun (FC, art. 43). Keluarga kristiani dapat menyumbangkan keutamaan-keutamaan dan nilai-nilai Katolik yang dimiliki dan dihayatinya dalam kehidupan bermasyarakat lewat kesaksian hidup berkeluarga, hidup bermasyarakat. Keluarga Katolik ikut terlibat dalam kegiatan masyarakat, sehingga kehadiran keluarga Katolik membawa konstribusi dalam perkembangan masyarakat sekitarnya.
Keluarga sebagai Gereja kecil, adalah tempat utama manusia untuk belajar dan bertumbuh dengan bimbingan orang tua, dengan tujuan membentuk kepribadian dan perilaku yang baik. Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) menetapkan setiap bulan Desember dijadikan sebagai bulan Keluarga, sehingga dalam pertemuan minggu Advent, tema yang dibawakan dikaitkan dengan Keluarga.
Keluarga dipandang sangat penting dalam membangun moralitas seseorang, semua berawal dari keluarga. Keluarga menjadi sekolah utama dan pertama seorang anak dan Orang tua adalah guru utama dan pertamanya. Dalam keluarga Orang tua harus bisa memberikan teladan Iman, sehingga setiap anak dapat bertumbuh menjadi seorang yang berakhlak menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK) dirumuskan:
KGK 1656 "...keluarga-keluarga Kristen itu sangat penting sebagai pusat suatu iman yang hidup dan meyakinkan. Karena itu Konsili Vatikan II menamakan keluarga menurut sebuah ungkapan tua “Ecclesia Domestica” [Gereja-Rumah Tangga] (Lumen Gentium 11, Bdk. Familiaris Consortio 21). Dalam pangkuan keluarga “hendaknya orangtua dengan perkataan maupun teladan menjadi pewarta iman pertama bagi anak-anak mereka; orangtua wajib memelihara panggilan mereka masing-masing, secara istimewa panggilan rohani” (LG 11, 2).
KGK 1666 Keluarga Kristen adalah tempat anak-anak menerima pewartaan pertama mengenai iman. Karena itu tepat sekali ia dinamakan “Gereja- Rumah Tangga” – satu persekutuan rahmat dan doa, satu sekolah untuk membina kebajikan-kebajikan manusia dan cinta kasih Kristen.
Dengan pemahaman tentang Keluarga Katolik tersebut kami bisa melihat ada empat peran penting setiap Keluarga Katolik :
1. Membentuk komunitas antapribadi: Cinta merupakan dasar kehidupan keluarga. Keluarga harus memperkembangkan cinta itu agar tumbuh menjadi komunitas antar pribadi. Cinta yang mempersatukan suami-istri adalah cinta yang eksklusif. Roh Kudus mencurahkan cinta sejati kepada mereka lewat sakramen perkawinan, seba gaimana cinta Yesus Kristus kepada Gereja-Nya. Cinta suami-istri juga tak terceraikan, karena cinta yang total, karena dituntut demi kesejahteraan anak, karena dikehendaki Allah menjadi lambang cinta Allah dan Kristus bagi umat-Nya. Maka, secara tegas perceraian ditolak oleh Kristus sendiri (Mat 19).
2. Mengabdi kehidupan. Cinta suamiistri bersifat subur, baik dalam arti menurunkan anak maupun dalam membuahkan kekayaan moral dan spiritual. Hidup berkeluarga terarah kepada penerusan penciptaan manusia (Kej 1) dan pendidikan anak-anak.
3. Ikut serta dalam pembangunan masyarakat. Merupakan sel masyarakat yang pertama yang menjadi dasar dan faktor penumbuh masyarakat, terutama lewat pelayanan yang berdasarkan cinta kepada sesama. Keluarga merupakan sekolah hidup bermasyarakat. Di situ ditumbuhkan semangat berkorban dan dialog tempat manusia dimanusiawikan. Masyarakat harus mengabdi kepentingan martabat manusia. Maka, negara harus menghargai hak-hak keluarga. Lewat sakramen perkawinan, suami-istri Kristen mendapat pengutusan khas awam, untuk menembus semua bidang-bidang kemasyarakatan, terutama untuk membela kaum miskin
4. Mengambil bagian dalam hidup dan perutusan Gereja. Keluarga Katolik harus menjadi “Gereja mini”, yang mengambil bagian dalam tugas perutusan Gereja dalam mewartakan Injil. Keluarga menjalankan tugas kenabiannya dengan menyambut dan mewartakan sabda, menjalankan fungsi kritis di dalam masyarakat serta membela kebenaran. Dengan sakramen Baptis, Penguatan, dan perkawinan, keluarga Katolik mempunyai tugas misioner, yakni mewartakan Injil kepada keluarga-keluarga yang kurang beriman dan kepada dunia, baik secara eksplisit maupun implisit melalui tingkah laku, kesetiaan dalam perkawinan, dan contoh hidup berkeluarga yang baik.
Tugas imamat keluarga Kristiani juga dilaksanakan lewat pertobatan dan saling mengampuni, yang memuncak dalam penyambutan sakramen Tobat. Tugas pengudusan itu juga dilaksanakan dalam doa, yang bercirikan kebersamaan. Dalam doa diungkapkan suka duka hidup keluarga sehingga terjadi sharing. Orang tua wajib men didik anak-anak mereka untuk berdoa, tahap demi tahap membangun jalinan hati dengan Allah secara pribadi. Itu harus dilakukan lewat teladan, dan doa bersama. Doa keluarga menyiapkan anggota keluarga untuk ibaat Gereja. Keluarga perlu pergi bersama ke gereja pada hari Minggu, mempersiapkan penerimaan sakramensakramen secara memadai, merenungkan sabda Allah, dan berdoa Rosario di rumah secara bersama. Keluarga mempunyai tugas rajawi, yakni dengan melayani sesama manusia, seperti Kristus Raja (Rm 6:12) yang datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani. Keluarga harus melihat orang lain sebagai pribadi dan anak Allah, khususnya antara suami-istri dan anak-anak. Dan melalui cinta, keluarga bisa melihat orang lain di luar anggota keluarganya sebagai saudara-saudari dalam Kristus. Keluarga melihat wafat Kristus melalui orang miskin dan menderita. Oleh karena itu, mereka perlu dicintai dan dilayani. Semoga keluarga-keluarga Kristiani senantiasa menyadari bahwa persekutuan mereka bukan sekedar persekutuan manusiawi melainkan sekaligus Ilahi dan karena itu kudus
II SOLIDARITAS & SUBSIDIARITAS1. Solidaritas: Solidaritas adalah prinsip yang mengajarkan kita untuk saling peduli, mendukung, dan bertanggung jawab satu sama lain sebagai anggota masyarakat. Solidaritas mengajarkan kita untuk berbagi beban, kegembiraan, dan kesedihan bersama, serta berusaha untuk menciptakan keadilan sosial.
Contoh solidaritas:– Ketika ada bencana alam orang-orang di seluruh dunia bersatu untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada mereka yang terkena dampak, seperti menyumbangkan makanan, air, dan obat-obatan.– Ketika ada seseorang yang sakit atau membutuhkan bantuan, kita dapat menunjukkan solidaritas dengan mengunjungi mereka, membantu mereka mendapatkan perawatan medis, atau memberikan dukungan moral.
– Solidaritas adalah tema sentral dalam Kitab Suci, khususnya ketika kita berbicara mengenai misteri inkarnasi dan misteri penderitaan Yesus Kristus. Allah menunjukkan solidaritas-Nya dengan umat manusia, menjadi sama dengan kita, melalui kelahiran Yesus, Sang Putra. Dalam peristiwa sengsara-Nya, kembali Allah menunjukkan solidaritas-Nya dengan manusia yang menderita, melalui Yesus yang sengsara dan wafat untuk kita. Solidaritas adalah tindakan berbelarasa dan kepedulian Allah yang mau menjumpai dan merasakan hidup bersama manusia dengan segala dinamikanya.
– Salib Kristus adalah bahasa paling mudah untuk memahami solidaritas. Yang tergantung di salib adalah Allah yang berbelarasa, Allah yang mau solider memikul hutang dosa dan maut yang tidak dapat dibayar oleh manusia. Penderitaan kitalah yang ditanggung-Nya. Rasa kecewa karena pengkhianatan, mengalami ketidakadilan, ditinggalkan, dipermalukan, yang dialami oleh Tuhan Yesus menjadi cermin paling jernih untuk memaknai perjuangan kita sebagai pengikut Kristus.
2. Subsidiaritas: Subsidiaritas adalah prinsip yang mengajarkan bahwa keputusan dan tanggung jawab harus diberikan kepada tingkat yang lebih rendah dalam masyarakat sejauh mungkin, kecuali jika tingkat yang lebih rendah tidak mampu menangani masalah tersebut. Prinsip subsidiaritas menghormati otonomi dan tanggung jawab individu, keluarga, dan komunitas lokal.
Contoh subsidiaritas:• Ketika ada masalah di sekolah, prinsip subsidiaritas mengajarkan bahwa keputusan dan penyelesaian masalah harus diberikan kepada guru dan kepala sekolah terlebih dahulu, sebelum melibatkan pihak yang lebih tinggi seperti dewan sekolah atau otoritas pendidikan.• Ketika ada masalah di lingkungan tempat tinggal, prinsip subsidiaritas mengajarkan bahwa warga sekitar harus berusaha menyelesaikan masalah tersebut secara mandiri sebelum meminta bantuan dari pemerintah atau lembaga yang lebih tinggi.• Subsidiaritas dipahami sebagai tidak adanya intervensi dari kelompok dengan tingkatan lebih tinggi, misal negara, untuk menentukan hal-hal yang dapat diputuskan secara mandiri oleh kelompok dalam tingkatan lebih rendah, misal komunitas iman dan keluarga. Subsidiaritas menekankan prinsip otonomi, kemerdekaan berpendapat, dan rasa hormat terhadap pribadi manusia yang diwujudkan dalam kemandirian untuk pengambilan keputusan.• Semangat yang tampak dalam prinsip subsidiaritas adalah pengakuan akan kekayaan dan kekhasan masing-masing kelompok akar rumput dalam berkontribusi untuk kebaikan dan kesejahteraan bersama.
Subsidiaritas mengakui bahwa masing-masing kelompok memiliki kekhususan yang membuatnya berbeda dari kelompok lainnya, namun semuanya sama-sama dipanggil untuk mewartakan kisah Tuhan yang bermuara pada tujuan yang sama, yaitu kesejahteraan bersama. Demikian juga di KAJ, kita mensyukuri aneka keunikan dan kekhasan yang dimiliki oleh masing-masing kemunitas iman: paroki, komunitas-komunitas kategorial, komunitas pendidikan, komunitas doa, dan sebagainya; yang dengan satu dan lain cara telah berupaya untuk memberikan sumbangsih mereka untuk memajukan kesejahteraan bersama. Dengan demikian wajah Allah yang penuh belas kasih bagi semua orang semakin nyata.• Allah yang kita imani adalah Allah yang terlibat dalam hidup manusia dan melibatkan diri kita untuk ambil bagian dalam kisah-Nya. Sejak awal pelayanan-Nya di Galilea, Yesus selalu melibatkan orang-orang pilihan-Nya, yang diajak untuk ikut terlibat mengambil tanggung jawab dalam karya keselamatan-Nya. Semangat inilah yang ditampakkan dalam tema ARAH DASAR (ARDAS) KAJ di tahun 2024: Solidaritas dan Subsidiaritas. Seluruh umat KAJ dipanggil untuk menunjukkan semangat solidaritas dengan semua orang, terutama saudarisaudara kita yang berkekurangan dan menderita, sebagaimana Allah telah menunjukkan solidaritas-Nya kepada kita. Cara kita untuk menunjukkan solidaritas tersebut dapat bersumber dari aneka kekhasan, kekayaan, dan keunikan dari masing-masing komunitas iman di KAJ. Allah mengajak kita terlibat untuk menampakkan wajah-Nya yang berbelas kasih sesuai dengan konteks kemasyarakatan yang kita hidupi dan perbedaan kekhasan yang kita miliki.
Prinsip solidaritas dan subsidiaritas adalah dua prinsip penting dalam ajaran sosial Gereja Katolik. Ajaran sosial Gereja adalah seperangkat prinsip dan nilai yang mengajarkan kita tentang bagaimana hidup dan berinteraksi dalam masyarakat dengan cara yang adil, berkelanjutan, dan penuh kasih.
BERSAMBUNG KE BAGIAN II