“Jangan takut, percaya saja” (Mar. 5:36) Kita perlu bertanya apa itu takut? Menurut seorang Filsuf Yunani Kuno, Epicurus (341 – 270 SM), sumber penderitaan terbesar manusia adalah ketakutan akan kematian. Manusia itu cenderung membayangkan sakit dan mengerikannya kematian. Kecemasan yang tidak perlu menurutnya. Karena kematian bukan akhir dari tubuh dan jiwa. Lebih lanjut beliau jelaskan Namun manusia tetap harus berbuat dan berlaku baik pada sesama, karena perbuatan jahat justru akan memicu rasa bersalah yang menyiksa, dan rasa bersalah itu akan menghambat tercapainya ketidaktakutan.
Itulah juga yang ditakutkan oleh Yairus, “datanglah seorang kepala rumah ibadat yang bernama Yairus. Ketika ia melihat Yesus, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya dan memohon dengan sangat kepada-Nya: "Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati, datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup." (Mar. 5: 22-23). Betapa takutnya Yairus akan kematian anak perempuannya. Kita pun juga mempunyai perasaan yang sama menghadapi sakit dan kematian yang niscaya bisa terjadi pada semua orang.
Begitu pula dengan perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan. Kita bisa membayangkan betapa perempuan itu dihantui rasa takut yang akut dan menginginkan kesembuhan tentunya. Perempuan itu sangat ingin sekali sembuh dari pendarahannya dan sembuh dari ketakutannya. Kemudian secara diam-diam, dari tengah kerumunan, menjamah jubah Yesus. Dia berpikir “asal kujamah saja jubah-Nya aku akan sembuh” (Mar. 5: 28). Akhirnya tersentuhlah, maka seketika itu juga pendarahannya berhenti. Mukjijat terjadi.
Saudara-saudari, Epicurus (Epic) orang jadul. Bila si Epic hidup saat ini dan ditanya tentang ketakutan aku yakin pasti bukan kematian atau penderitaan atau sakit yang membuat orang takut. Dia mungkin berpikir ketakutan orang saat ini adalah bila tidak memegang Hand Phone (HP atau gadget). Si Epic pasti pucing, tujuh keliling, berguling-guling dan terkencing-kencing melihat fenomena jaman now. Bahwa yang ditakutkan orang bukan kematian tapi ketika HP tidak boleh dipakai (dipegang). Orang saat ini tidak takut mati atau sakit bro… Sambil nyetir main HP atau sambil mengendarai motor bales WA dan seterusnya. Mungkin si Epic berpikir lebih: bahwa orang jaman now itu “sakti-sakti”… wakakaka. Orang jaman now sangat akrab dengan budaya kematian daripada budaya kehidupan; mungkin punya jimat kali ya.
Melihat situasi ini, Yesus pun bisa jadi pusing. Bagaimana menyembuhkan (membantu) orang-orang jaman now ini?. Bahkan jangan-jangan setan juga pusing; tidak bisa menggoda lebih manusia karena asik dengan HP. Setan menjadi mati gaya.
Saudara-saudari terkasih, disadari atau tidak, kita telah dibuat “asik” oleh dunia ini; dengan gadget kita. Kita amat sibuk dan ribut sendiri. Kita dibuat lupa bahwa kita manusia (mestinya)
masih punya rasa takut; atas sakit dan kematian. Dan pada gilirannya rasa takut itu menjadikan kita berjalan menuju Allah. Dan mukjijat terjadi. Maka sembuh. Seperti Yairus dan perempuan yang pendarahan akhirnya sembuh. Ketakutan akan sakit dan kematian membawa kedua orang tersebut menuju pada Allah. Mereka dengan segala daya upaya ingin bertemu dengan Yesus. Ketika bertemu dengan Yesus maka terjadilah kesembuhan bukan hanya dari sakitnya juga dari rasa takut mereka. Rasa takut bisa menjadi sarana manusia untuk menuju Allah.
Saudara-saudari, ketakutan akan sakit dan mati biasa, wajar dan niscaya terjadi pada kita. Perlu disadari sungguh. Disadari bahwa kita manusia diciptakan oleh Allah dan akan kembali kepada Allah. Life is The Way Home; pada saatnya akan kembali pulang. Dan bila semua itu terjadi percayalah Allah telah menyediakan tempat tinggal bagi kita. Karena kita kembali pulang pada Allah sang pencipta.
Penulis : Ch Kristiono Puspo, SJ
Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa
JavaScript diperlukan untuk pengalaman terbaik. Silakan aktifkan JavaScript di pengaturan browser Anda.