Liturgi perarakan Prapaskah adalah momen penting dalam rangka mempersiapkan diri menuju Hari Raya Paskah. Proses inkulturasi melalui penyesuaian, adaptasi dan inovasi (Geiger, 2021)dilakukan untuk membangun suasana liturgi yang semakin hikmat dan iman dapat dihayati oleh umat dengan makin baik(Landová, 2019). Liturgi perayaan Ekaristi oleh karenanya menjadi saat perjumpaan dengan Tuhan yang luar biasa untuk membuahkan suka cita dan semangat hidup beriman (Nicholas, 2022). Prosesi atau perarakan Prapaskah dapat mengalami perubahan atau ditiadakan dengan beberapa pertimbangan pastoral, inkulturasi dan kepentingan iman jemaat/umat setempat. Mengenai berbagai adaptasi dan perubahan, umat beriman perlu senantiasa merujuk pada pedoman liturgi yang disebut KONSTITUSI APOSTOLIK “MISSALE ROMANUM” (Liturgi-KWI, 1969), Kitab Hukum Kanonik 1983 (KWI, 2016; Barber, 2023), Sacro Sanctum Concilium (Igbekele, 2020; McCarthy, 2023), supaya umat tidak kehilangan semangat dasar penghayatan Prapakah (Paroki et al., 2022) dengan inovasi inkulturasi atau perubahan yang dilakukan. Liturgi perarakan dalam hukum kanonik Gereja Katolik diatur oleh Kitab Hukum Kanonik 1983 (KHK). KHK merupakan kodifikasi peraturan kanonik untuk Gereja Latin dalam Gereja Katolik.
Garis besar mengenai liturgi perarakan dalam KHK dapat digambarkan sebagai berikut : Ritus Pembuka terdiri dari perarakan masuk, tanda salib, salam, doa tobat, “Tuhan kasihanilah kami,” “Kemuliaan,” dan doa pembuka. Bagian ini bertujuan untuk mempersatukan umat yang berhimpun dan mempersiapkan mereka untuk mendengar sabda Tuhan dan merayakan Ekaristi dengan penuh makna. Dengan demikian sejak awal hati, pikiran dan perasaan umat dipersiapkan untuk menghayati perjumpaan dengan Tuhan dengan penuh iman. Landasan Kitab Suci untuk liturgi perarakan yang merupakan persiapan hati, jiwa dan iman umat dapat direnungkan tentang 40 hari masa Prapaskah sebagai persiapan menyambut peristiwa agung Wafat dan Kebangkitan Kristus, dibandingkan dengan Musa tinggal di gunung Allah selama 40 hari (Kel 24:18;34:28), dengan Nabi Elia yang berkelana selama 40 hari sebelum tiba di gua di mana ia mendapat penglihatan (1 Raja-Raja 19:8), dengan Kota Niniwe diberi waktu selama 40 hari untuk bertobat (Yunus 3:4). Tidak kalah pentingnya kita merujuk perarakan dalam litrugi sebagai persiapan hati, jiwa dan iman pada teladan Tuhan Yesus sendiri yang sebelum karya publik pewartaan-Nya, melewatkan 40 hari di padang gurun untuk berdoa dan berpuasa (Matius 4:2).
Selanjutnya liturgi perarakan liturgi prapaskah mencakup bagian-bagian dalam Ekaristi, seperti bacaan Kitab Suci, doa-doa, dan perjamuan kudus. Dengan proses perarakan dan liturgi sebelumnya, umat dipersiapkan untuk berpartisipasi aktif dalam perayaan Ekaristi (Praud, 2019), merenungkan makna sakramen dan mengalami kehadiran Kristus yang hidup. Simbol-simbol dalam perarakan, seperti lilin, salib, dan pakaian liturgis, memiliki makna mendalam dan mengarahkan perhatian visual pada aspek psikologi spiritual. Dalam sudut pandang ini, liturgi perarakan selama masa prapaskah dimaksudkan untuk membantu umat mempersiapkan hati, jiwa dan iman serta secara psikologi rohani siap untuk merayakan Wafat dan Kebangkitan Tuhan pada Hari Paskah dengan penuh berkat melimpah.
Dengan mengikuti ketentuan hukum kanonik di atas, liturgi perarakan menjadi momen penting dalam kehidupan beribadah bagi umat Katolik. Namun terkadang, situasi lokal atau kondisi khusus di suatu Gereja dapat mempengaruhi keputusan untuk mengurangi atau menghilangkan liturgi tertentu. Dalam hal demikian, Gereja perlu memastikan keseimbangan antara berbagai elemen liturgi. Jika ada liturgi lain yang lebih penting atau lebih relevan untuk ditekankan, maka liturgi perarakan Prapaskah ke-4 dapat ditiadakan. Mengurangi atau mengubah liturgi tertentu dapat memungkinkan eksperimen dengan format inovasi liturgi yang lebih segar (Bdk. Paroki et al., 2022).
Kreativitas dan Inovasi Gereja mungkin ingin menciptakan pengalaman liturgi yang lebih kreatif dan inovatif. Keputusan untuk menghilangkan bagian tertentu dari liturgi harus didasarkan pada pertimbangan hati-hati dan perlu melakukan konsultasi dengan Romo Paroki dan para pemimpin Gereja setempat. Tujuan utama adalah memastikan pengalaman ibadah yang bermakna bagi jemaat/umat dan penghayatan iman Katolik. Liturgi dengan perayaan dan perarakan membantu suasana iman ketika kita pergi menghadap ke rumah Tuhan, merayakan iman sebagai peristiwa rohani perjumpaan dengan Tuhan.
Psikologi religius dalam perarakan Misa Prapaskah melibatkan pemahaman mendalam tentang pengalaman spiritual dan rasa-merasa keagamaan selama masa persiapan menuju hari raya Paskah. Selama perarakan, individu dapat mengalami Refleksi Diri dan Pertobatan untuk memperbaiki hubungan dengan Tuhan melalui pertobatan. Secara psikologi religius perarakan mengarahkan perhatian pada kehadiran Tuhan dan memperkuat ikatan spiritual. Umat merasakan kebersamaan dengan sesama jemaat dan merayakan iman bersama. Simbol-simbol visual dalam perarakan (seperti lilin, salib, dan pakaian liturgis) akan memperdalam pengalaman religius. Psikologi religius dalam perarakan membantu umat mempersiapkan hati dan jiwa serta psikologi rohani umat untuk merayakan peristiwa Wafat dan Kebangkitan Tuhan pada Hari Paskah, dengan penuh makna, sukacita dan iman. Mari kita siapkan dan sambut peristiwa Paskah dengan penuh Inovasi liturgi yang penuh iman serta pada pengalaman spiritual yang mendalam selama Misa Prapaskah sehingga umat semakin siap menyambut perayaan Paskah yang menjadi pusat iman melalui peristiwa agung Wafat dan Kebangkitan Tuhan.
Sumber:
Penulis : Anastasia Bintari Kusumastuti - Tim Kontributor Kolom Katakese
Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa