Hidup Devosional dan Sakramentali dalam Gereja Katolik

Pendahuluan
Pembelajaran Mistagogi Minggu tanggal 25 September 2022 menjadi pembelajaran yang keempat mengusung tema: “Hidup Devosional dan Sakramental sebagai pelengkap dan pengayaan hidup Kristiani”. Tema ini menjadi bagian dari rangkaian tema Mistagogi sebagai masa ‘pengayaan’ bagi para neo baptis untuk menjalani hidup sebagai pengikut Kristus dalam Gereja Katolik. Keanggotaan dalam Gereja Katolik tidak hanya sekedar ritual seremonial-sakramental, sebaliknya ambil bagian dalam kehidupan Kristus dan mencontohi kehidupan anggota gereja perdana, “… Mereka memecahkan rotie di rumah masingmasing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan” (Kis.2:46-47). Para pengikut Kristus saling memberi kesaksian untuk membangun tubuh mistik Kristus (Kol.1:18; Ef.1:23), dan menjadi garam dan terang di tengah dunia (Mat. 5:13-16), mencontohi para kudus.

 Neo baptis menjadi satu dan sama dengan anggota Gereja lainnya mewujudkan karya cinta kasih Tuhan kepada dunia dan manusia. Kita mengasihi Tuhan yang lebih dahulu telah mengasihi kita (1Yoh.4:19) sambil mengarahkan perjalanan hidup kita kepada kehidupan dalam Kristus, jalan, kebenaran dan hidup kita (Yoh.4:16) sambil beraksi kepada dunia bahwa,

 “... keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kis. 4:12). Berikut beberapa pokok untuk menjadi bahan bacaan dan refleksi kita berkaitan dengan topik di Minggu keempat ini.

1. Ungkapan dan perwujudan iman.
2. Praktik Devosional – Pembaktian diri dan hidup
3. Liturgi dan Beragam Devosi
4. Tujuan dan Obyek Devosi
5. Beberapa Bahaya dalam Devosi Umat
6. Karakteristik Praktik Devosi yang benar

1. “Ungkapan” dan “Perwujudan” Kesalehan beriman.
Religiositas atau kehidupan beragama tidak hanya mernjadi bentuk keyakinan dan kepercayaan yang tidak kelihatan, urusan batiniah belaka, sebaliknya diungkapkan secara kelihatan, dan dapat dialami serta disaksikan oleh diri sendiri maupun oleh orang lain. Perwujudan dan ekspresi kehidupan kristiani sebagai pengalaman diri sendiri ataupun dalam kebersamaan dengan orang lain, dapat dijelaskan sebagai berikut.

Ungkapan, yakni ekspresi berupa kata, tindakan, tata gerak yang khusus yang mudah dihubungkan dengan iman. Contoh ungkapan iman adalah: doa atau pertemuan seiman, terutama terkait dengan liturgi, khususunya sakramen tetapi dapat juga mencakup doa/kegiatan “sakramentali” ataupun juga “hidup devosional”. Kegiatan ‘sakramentali’ merupakan aneka bentuk kegiatan berupa kata-kata atau tindakan yang berkaitan dengan ‘perayaan sakramental’ tertentu. Suamiistri menyatakan ungkapan saling mencintai melalui kata-kata “I love you” atau dalam bentuk tindakan ‘memberi ciuman’ kepada pasangannya, ataupun melalui pelaksanaan kewajiban yang terkait dengan tugas dan tanggungjawab sebagai suami-istri, atau selaku orang tua kepada anak-anaknya. Suami istri mewujudkan atau mengungkapkan hakekat sakramen perkawinan yang diterima, perwujudan cinta dapat berupa: mengambil air minum untuk pasangan, memasak, kerja yang rajin, dan lainlain.

Gereja mewartakan bahwa Perayaan Ekaristi menjadi sumber dan tujuan kehidupan beriman kristiani, sebaliknya ‘hidup ekaristis’ adalah penghayatan atau ekspresi hidup berbagi kepada orang lain, mencontohi ‘roti sebagai tubuh Kristus’ yang siap ‘dibagi-bagi’ dan disambut/diterima oleh umat banyak. Atau, Romo melakukan pemberkatan rumah baru, atau bendabenda rohani untuk umatnya.

Setiap orang Kristen dituntut untuk hidup sesuai hakekat sakramen baptis yang diterima. ‘Hidup devosional’ merupakan bentuk dan praktik kesalehan umat baik individual ataupun bersama. “Katekese tidak boleh hanya memperhatikan liturgi sakramental atau sakramentali, tetapi juga bentuk  bentuk kesalehan umat beriman dan religiositas rakyat. Semangat religious umat Kristen sejak dahulu kala telah dinyatakan dalam pelbagai bentuk kesalehan yang menyertai kehidupan Gereja seperti penghormatan relikwi, kunjungan ke tempat kudus, ziarah dan prosesi, jalan salib, tarian-tarian religious, rosario dan medali” (KGK, 1674). Kebanyakan orang memandang praktik dan ekspresi kerohanian (sakramentali dan devosional) ini sebagai jalan menghidupi hidup keagamaan yang dimiliki. Dengan devosi dan praktik sacramental orang bisa mencapai pengalaman kebersatuan denbgan hyang ilahi, berani menghadapi kesulitan hidup, kesepian dan kehampaan bahkan mengalami mujizat penyembuhan dan lain sebagainya.

2. Praktik Devosional – Pembaktian diri dan hidup
“Devosi-devosi umat” merupakan terjemahan dari popular devotions, di samping istilah pious exercises, popular piety, dan popular religiosity, dengan pengertian yang mirip dan makna yang sama. Devosi berasal dari kata Latin "DEVOTIO" yang berarti KEBAKTIAN, pengorbanan, penyerahan, sumpah, kesalehan, cinta bakti. Devosi selalu menunjuk pada SIKAP HATI di mana seorang mengarahkan diri kepada seseorang atau sesuatu yang dijunjung tinggi dan dicintai. Dalam tradisi Kristen, devosi dipahami sebagai bentuk penghayatan dan pengungkapan iman Kristiani di luar liturgi resmi. Ada dua aspek, devosi eksternal (rangkaian doa-doa, bentuk ritual) dan devosi internal (pembaktian diri, kepasrahan hidup kepada Allah). Maka rangkaian kata dan praktik ritual seyogyanya memperlihatkan sikap hati yang sejati yakni pembaktian diri dan hidup kepada Tuhan. Berdasarkan pengertian ini, maka devosi itu ditujukannya kepada Tuhan (Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus) atau kepada para orang kudus -termasuk Bunda Maria- dalam kesatuan mereka dengan Kristus.

Bentuk devosi itu dapat berupa doa, lagu pujian, atau kebiasaan-kebiasaan/kegiatan rohani tertentu. Jadi devosi itu ditujukannya kepada ‘Seseorang/Someone‘, yaitu pribadi Allah atau orang kudus dalam kesatuan mereka dengan Allah; dan bukan kepada ‘sesuatu/something‘. Sekalipun devosi berhubungan dengan medali, relikwi, rosario ataupun skapular, dan lain-lain, namun bukan kepada benda-benda itu umat Katolik berdevosi, melainkan kepada Allah ataupun  pribadi orang kudus yang diacu olehnya, dalam kesatuan dengan Kristus. Umat mengungkapkan sikap bakti berupa penyerahan seluruh diri dan hidup kepada Allah dan kehendakNya sebagai perwujudan cinta kasih; ataupun kebaktian khusus kepada berbagai misteri iman yang dikaitkan dengan pribadi tertentu; devosi kepada sengsara Yesus, devosi kepada Hati Kudus Yesus, devosi kepada Sakramen MahaKudus, devosi kepada Bunda Maria, dan lain sebagainya.

3. Liturgi dan Beragam Devosi
Konsili Vatikan II menegaskan bahwa Gereja kita berpusat pada liturgi, sebagai doa bersama Gereja sebagai tubuh mistik Kristus kepada Allah. Liturgi meliputi perayaan Ekaristi dan perayaan keenam sakramen lainnya. Serta aneka upacara atau Tindakan Gereja lainnya seperti doa harian, brevir, upacara penguburan kristiani, pemberkatan gereja atau upacara pengucapan kaul. Kristus sendirilah sebagai Pusat dan Subyek Liturgi – “merupakan tindakan Kristus, Sang Imam dan tubuh-Nya” (SC.7) yang dihadirkan dan dirayakan oleh Gereja. Liturgi sebagai Tindakan Kristus dalam gereja-Nya untuk mengagungkan keluruhan ‘Nama Tuhan’, memulikan Allah (Imago Christi). Liturgi menjadi ekspresi gereja-umat Allah yang diciptakan, manusia penuh dosa yang diselamatkan oleh Tuhan (Imago Dei). Dimensi manusiawi ini sekaligus menyadarkan kita bahwa kita hadir di hadapan Tuhan dengan segala keluh kesah dan kehidupan konkrit masyarakat dunia (imago ecclesiae-universale). Imam, in persona Christi, menghadirkan karya keselamatan Tuhan yang berpuncak dalam diri Yesus Kristus, sekaligus in persona Christi, Kepala Gereja untuk memuliakan Tuhan dan menguduskan kehidupan manusia dan dunia.

Devosi menjadi bentuk dan buah karya Roh Kudus dalam diri umat dan memimpin mereka untuk membaktikan diri dan hidup kepada Allah. Devosi telah tumbuh dan berkembang sepanjang sejarah Gereja, diterima dan diatur pelaksanaannya dalam Gereja. Sacrosanctum Concilium, nomor 13 beerbicara tentang pelaksanaan devosional ini, “dilaksanakan sesuai dengan hukum-hukum dan norma-norma Gereja, sangat dianjurkan, terutama bila dijalankan atas penetapan Takhta Apostolik (Kons.- Vat.II, Hardawiryana, R., translator, SC. 13), “meiliki makna istimewa biola dilakukan atas penetapan para Uskup, menurut adat kebiasaan atau bukubuku yang telah disahkan, serta meng indahkan masa-masa liturgi yang berlaku, sedikit banyak harus bersumber pada liturgi, dan menghantar umat kepadanya; sebab menurut hakikatnya liturgi memang jauh lebih unggul dari semua ulah kesalehan itu" (KGK. 1675). Oleh sebab itu, Liturgi merupakan ibadat resmi Gerejawi, sedangkan devosi, merupakan bentuk doa dan praktik kesalehan yang dianjurtkan. Beberapa devosi yang telah direkomendasikan oleh Takhta Suci seperti doa Angelus, Ratu Surga, doa Rosario, Litani Perawan Maria, skapulir coklat dan skapulir lainnya, serta medali, penghormatan kepada orang kudus, dan beata/to, para martir, litany para santo, relikui, penghormatan akan barang-barang kudus, serta prosesi, devosi dan doa kematian serta ziarah ke tempat pemakanan, novena.

Devosi umat bersifat kultural, merupakan contoh terbaik dari inkulturasi iman yang sesungguhnya karena hal itu pemerupakan percampuran yang harmonis antara iman dan liturgi. perasaan serta seni, dan sekaligus menjadi cara yang cocok dan sesuai dengan mentalitas umat setempat. Umat memilih cara dan bentuk untuk mengungkapkan iman dan pembaktian diri serta hidupnya kepada Allah.

Berikut beberapa perbandingan antara Devosi (ulah kesalehan dan kesalehan umat) dengan liturgi (https: //www.katolisitas.org).

Sifat Liturgi:
1. Resmi dan normatif: kegiatan ‘resmi’, telah ditetapkan dan diakui oleh Gereja serta dipimpin oleh hirarki.
2. Komunal/Universal: liturgi merupakan kegiatan Bersama segenap umat dan Gereja untuk menghadirkan segenap kehidupan (manusia dan alam semesta) untuk memuji dan memuliakan Tuhan.
3. Obyektif: menghadirkan dan merayakan karya keselamatan Tuhan dalam Diri Yesus Kristus.
4. Mutlak: liturgi mengembangkan hidup mulia dalam Kristus serta dalam kesatuan penuh cinta dengan segenap umat.

Sifat Devosi
1. Tidak resmi karena tidak terikat pada aturan resmi, orang bebas memilih pola yang cocok untuk kebutuhan diri dan hidupnya.
2. Lebih personal, mengikuti kebutuhan dan keinginan pribadi atau sekolompok orang yang mempunyai keinginan yang sama.
3. Cenderung emosional, berkaitan dengan rasa perasaan dan emosi pribadi seseorang.
4. Fakultatif, gereja tidak mewajibkan 
orang beriman untuk melaksanakan kesalehan umat meskipun kegiatan itu sungguh bernilai, dan karena itu mewajibkan diri sendiri untuk melakukannya.

4. Tujuan dan Obyek Devosi
Berikut beberapa tujuan sekaligus manfaat dalam melekasanakan praktik devosional, adalah sebagai berikut: (https://www.facebook.com/legacy/ notes/307267726037591/):
a. menggairahkan iman dan kasih kepada Allah
b. mengantar umat pada penghayatan irnan yang benar akaN misteri karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus;
c. mengungkapkan dan meneguhkan iman terhadap salah satu kebenaran misteri iman;
d. memperoleh buah-buah rohani.

Selanjutnya, obyek Devosi adalah sebagai berikut:
a. Pribadi (Allah Bapa, Putera dan Roh kudus, serta Orang Kudus)
b. Benda/Barang Peninggalan (Relikwi)
c. Ziarah/Tempat Suci
d. Kegiatan/Doa/Meditasi/Penyembahan

5. Beberapa bahaya dalam Devosi Umat
Iman akan Tuhan Sang Pencipta, Bapa, Penebus dan Penyelenggara kehidupan ini dihidupkan dalam dan melalui praktik dan simbol yang konvensional liturgis, tetapi juga melalui praktik devosional dan ulah kesalehan yang secara ‘bebas’ dipilih oleh seseorang ataupun sekolompok orang sesuai konteks dan kondisional-kultural untuk mengukapkan kebaktian dan penyerahan dirinya kepada Tuhan yang diimani. Kita perlu mendorong praktik devosional ini untuk mengalami ‘pembaruan’ dan kontekstual untuk mengungkapkan iman umat, tetapi sekaligus bersikap kritis agar tidak terjadi distorsi keagamaan, serta penghayatan religious yang sempit dan hanya menyentuh level permukaan dan sikap mistis yang keliru. Magisterium melalui Direktori (DPPL, Directory on Popular Piety and the Liturgy: Principles and Guidelines, no.65) mengingatkan beberapa bahaya sebagai berikut:

1. Kurang berpusat kepada Kristus: segala ibadat dan praktik devosional harus menempatkan Kristus sebagai pusat dari devosi kita kepada Bunda Maria dan santo-santa lainnya.
2. Berpusat pada salah satu wajah Yesus, praktik devosional yang terlalu berlebihan hanya meilihat bagian tertentu dari Yesus.
3. Praktik magis, tahyul dan penyembahan berhala; sikap magis, dan mistis karena aspek lahiriah terlalu ditekankan dari pada sikap batiniah, devotion, misalnya menggunakan benda-benda rohani dan mengganggapnya sebagai ‘magis’ tanpa ada sikap batin/iman yang mendukungnya.
4. Kesalehan pribadi, mencari kepuasan dan pemenuhan kebutuhan personal dalam jangka dekat, seperti kekayaan, kesuksesan dalam usaha atau kebutuhan emosional tertentu. 
5. Penyelewengan demi kepentingan-kepentingan lain: praktik dan doa devosional dimaksudkan untuk memeuhi kepentingan atau keinginan lain yang hedonistis, sekularistis.

6. Praktik Devosional yang benar
Akhirnya kita harus menunjukkan beberapa karakteristik praktik devosional kristiani yang benar adalah sebagai berikut:
1. Bersifat kristiani, sesuai iman akan Kristus seperti diajarkan dalam Kitab Suci dan menjadi ‘tradisi’ dalam kehidupan Gereja.
2. Kartitatif, sikap dan praktik devosional mengarahkan seseorang untuk terbuka kepada sesama dalam cinta tanpa pamrih.
3. Unitatif, praktik devosional yang benar mempersatukan hidup kita dengan Tuhan dan dengan sesama tanpa ada diskriminasi.
4. Dedikatif, praktik devosional menjadi ekspresi diri untuk rela memberi diri dalam iman kepada Tuhan dan dalam cinta kepada sesama.

Penutup
Akhirnya, mengulangi kata-kata Rasul Paulus, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasehatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: Itulah ibadahmu yang sejati”

Penulis : Bruno Rumyaru - Tim Kontributor Kolom Katakese

Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa


Post Terkait

Comments