“San Fransisco, Rabu – Para guru di sekolah menengah atas di Amerika Serikat menyalakan “alarm darurat” penggunaan telepon genggam oleh para siswa saat kegiatan belajar mengajar.” (Kompas, 28-02-2024) Hal ini dipicu karena ditemukannya penyalahgunaan penggunaan ponsel pintar di sekolah, seperti penggunaan aplikasi perjudian, mengirim pesan Snapchat secara rutin, mendengarkan music atau berbelanja daring yang dilakukan oleh para siswa di sekolah. Selain itu penggunaan ponsel pintar di sekolah cenderung mengalihkan perhatian siswa, dan penggunaan yang berlebih turut memicu gangguan kesehatan mental dan berpengruh pada prestasi siswa secara akademis. Menyikapi hal tersebut para pendidik dan ahli Pendidikan di AS satu suara untuk melarang penggunaan ponsel saat kegiatan belajar mengajar di sekolah.
“Kenaikan Kasus Anak Kecanduan Gadget di RS Jiwa Surabaya Naik 20 Persen, Tantangan Baru Orang Tua Milenial” Direktur Utama RS Jiwa Menur Surabaya, Vitria Dewi, mengungkapkan bahwa kasus kecanduan gadget di RS Jiwa Menur mengalami peningkatan belakangan ini. Dilansir dari Radar Surabaya (Jawa Pos Grup), pada Kamis (14/12/2023), oleh karena itu, pihaknya telah menyiapkan klinik gangguan belajar di instalasi kesehatan jiwa anak dan remaja. "Kasus semakin bertambah di RS Jiwa Menur. Kami sangat fokus untuk mengembalikan pasien kepada aktivitas normal," kata Vitria kemarin.
Dua cuplikan berita di atas bisa menjadi gambaran salah satu keresahan yang terjadi di masyarakat kita berekenaan dengan perkembangan teknologi dalam hal ini internet dan gadget. Begitu banyak penelitian, seminar, workshop dan lain sebagainya diadakan untuk menyikapi perkembangan ini untuk mengatasi dampak negatifnya. Internet dan gadget menjadi sebilah pedang bermata dua, di satu sisi Internet dan gadget menjadi bukti pencapaian perkembangan peradaban, di sisi lain keduanya seolah menjadi virus yang menggerogoti kehidupan masyarakat.
Kemajuan teknologi terutama dalam bidang Internet dan Gawai (Gadget) telah, baik secara lambat maupun cepat, merubah peradaban dan budaya dalam masyarakat. Pola komunikasi dan inteaksi dalam masyarakat mengalami perubahan. Ada istilah “Gadget dan internet telah mendekatkan yang jauh”, manusia yang terpisah secara jarak dan tempat dapat saling berkomunikasi melalui Gadget dengan jaringan internet sehingga mereka dapat merasakan dekat dan dapat berkomunikasi muka bertemu muka. “Dunia terasa dalam genggaman” karena ponsel pintar di tangan, menjadi alat yang dapat membawa manusia berselancar dalam dunia maya, tempat bagitu banyak informasi terbuka untuk diakses.
Namun di sisi lain, “Gadget dan Internet telah menjauhkan yang dekat”. Sedemikian besar peran Ponsel pintar ini, membawa manusia masuk dalam hubungan ketergantungan dengannya. Ponsel Pintar menjadi benda yang tidak pernah terlepas dari keseharian. Begitu menarik dan pentingnya arti ponsel pintar dalam hidup masyarakat, membawa masyarakat masuk dalam lingkup kehidupan yang cenderung mendegradasi arti hubungan dan perjumpaan personal antar individu.
Obrolan hangat dan perhatian dalam perjumpaan antar individu tergantikan oleh hangat dan viralnya berita di medsos dan keseruan game-game online. Makan bersama menjadi momen beku sebagai kelompok namun membara dalam keasyikan individu dalam berselancar di dunia maya.
Akhir-akhir ini muncul satu istilah dalam masyarakat yakni “Digital Native”. Istilah sebenarnya sudah digunakan sejak lebih dari 20 tahun lalu. Marc Prensky, adalah orang yang pertama kali memperkenalkan istilah ini dalam artikelnya “Digital Natives, Digital Immigrants” yang terbit pada tahun 2001. Sebenarnya, artikel tersebut membahas tentang sistem pendidikan Amerika Serikat dan siswa modern yang akrab dengan teknologi.
Yang dimaksud dengan Digital Native adalah orang yang sudah mengenal teknologi sejak dini dan sudah terbiasa menggunakan teknologi informasi dalam akses informasi di kehidupan sehari-harinya. Generasi digital native adalah mereka yang lahir tahun 1980 ke atas, yang kerap menggunakan teknologi baru seperti, internet, video gim, telepon seluler, dan semua peralatan dalam era digital. Sedangkan mereka generasi yang lahir sebelum tahun 1980 dan tidak dilahirkan dalam dunia digital disebut dengan "digital immigrants".
Menurut tahun kelahirannya Generasi Digital Native ini dapat dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah generasi Y (lahir tahun 1981- 1994) dikenal dengan istilah generasi milenial atau milenium. Mereka banyak menggunakan teknologi informasi komunikasi serba instan seperti email, SMS, pesan instan, dan media sosial seperti facebook, dan Twitter. Selain itu, hiburan mereka juga main game online.
Kelompok yang kedua adalah generasi Z (lahir tahun 1995-2010) yang disebut dengan generasi net, memiliki kesamaan dengan generasi Y. Namun, generasi Z lebih mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu. Sebagai contoh, nge-tweet menggunakan ponsel, browsing dengan PC, mendengarkan musik menggunakan headset, dan apa pun aktivitasnya berhubungan dengan dunia maya. Jadi, generasi Z ini sejak kecil sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gawai canggih yang secara tak langsung memengaruhi kepribadian mereka. Generasi Z merupakan generasi yang paling cepat memiliki kemampuan belajar melalui media online.
Lahirnya Generasi Digital Native ini, dengan segala kebaruan yang terbentuk, mempunyai potensi memunculkan konflik dalam masyarakat. Dalam lingkungan kerja, digital native dan imigran digital memiliki pandangan yang berbeda dalam menangani sebuah masalah. Digital native cenderung lebih mengandalkan teknologi dan berfokus menghasilkan output yang maksimal dengan mudah dan efisien. Sementara, imigran digital masih cenderung melakukan secara manual dan mengedepankan kerja keras. Stigma-stigma seperti “Anak sekarang kurang tekun dalam usaha”, “Anak sekarang Sukanya jalan pintas”, “Anak sekarang maunya cepat berhasil tanpa usaha”, “Generasi Shortcut”, dan lain sebagainya, banyak dilemparkan kepada generasi ini oleh generasi sebelumnya.
Dalam lingkup keluarga, perbedaan pemahaman berpotensi menimbulkan konflik antara anak dan orangtua dalam keluarga. Keterbatasan orangtua dalam menyerap informasi dan menggunakan teknologi bisa membuat mereka melihat teknologi dengan cara yang berbeda dengan anak-anak mereka. Digital native mampu menyerap banyak informasi dengan cepat melalui internet. Mereka dapat belajar banyak hal lebih mudah dibandingkan orangtuanya dulu. Bagi sebagian orang tua, media sosial dan internet cenderung dipandang negatif karena dikhawatirkan dapat membawa dampak buruk bagi anak-anak mereka. Padahal, segala yang ada di internet dapat membawa dampak baik jika kita mengerti bagaimana memanfaatkannya untuk halhal positif.
Salah satu bidang yang paling terpengaruh oleh teknologi adalah bidang pendidikan. Terutama saat pandemi seperti tahun 2020 dimana sekolah-sekolah melakukan pembelajaran jarak jauh secara daring. Peran teknologi dalam bidang pendidikan sudah membuat pembelajaran semakin efisien dan canggih. Namun demikian proses itu bukanlah sesuatu yang mudah. Suatu perjuangan dan kerja keras yang luar biasa dalam dunia Pendidikan untuk menjalaninya. Para guru yang merupakan imigran digital tentunya mengalami keterbatasan dalam memahami teknologi. Hal ini menimbulkan konflik karena para guru ini mungkin agak sulit menyampaikan ilmunya kepada para murid yang merupakan digital native. Teknologi adalah hal yang rumit untuk dipelajari dan justru menyusahkan mereka dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan bagi para murid, teknologi adalah sesuatu yang memudahkan pekerjaan dan membuat pembelajaran jadi lebih menarik.
Digital Native adalah sebuah kenyataan dalam masyarakat yang lahir dari Rahim Perkembangan Budaya dalam masyarakat, di mana Teknologi menjadi bidannya. Karena ini sebuah kenyataan dan menjadi bagian dari perjalanan dan perkembangan budaya dan masyarakat manusia di dunai ini, maka sikap Penolakan, Penghindaran atau bahkan permusuhan terhadap Perkembangan Teknologi dalam hal ini Gadget dan internet, bukanlan suatu sikap bijak.
Dalam bagian pengantar Dokumen Gereja yang berjudul “Gereja dan Internet”, yang dikeluarkan oleh Dewan Kepausan untuk Komunikasi Sosial pada 22 Februari 2002, art. 1 dikatakan :
Dengan mengutip Ensiklik Miranda Prorsus dari Paus Pius XII tahun 1957, Ajaran Pastoral tentang Sarana Komunikasi Sosial Communio et Progressio, yang diter bitkan pada tahun 1971, menggarisbawahi aspek tersebut: “Gereja memandang sarana-sarana ini sebagai ‘anugerah-anugerah Allah’, sesuai rencana Penyelenggaraan Ilahi, dimaksudkan untuk menyatukan manusia dalam ikatan persaudaraan, agar menjadi teman sekerja dalam rencana-rencana penyelamatan-Nya”. Hal tersebut tetap menjadi pandangan kami, dan itulah pandangan yang kami pegang tentang Internet.”
Dari kutipan di atas, dapat dilihat bagaimana sikap Gereja terhadap perkembangan teknologi dalam hal ini internet. Internet dipandang sebagai anugerah dari Allah sebagai sarana menyatukan umat dalam sikap persaudaraan sehingga dimampukan dalam keikutsertaannya dalam rencanarencana penyelamatan Allah. Internet menjadi alat bantu manusia untuk semakin aktif dan efektif ikut serta dalam karya keselamatan Allah di dunia ini.
Gereja melihat kemajuan Media Komunikasi Sosial Modern sangat penting bagi Kerajaan Allah, sejauh dapat membantu untuk mengatur masyarakat manusia secara lebih baik.” Gereja melihat bahwa media komunikasi sosial “sangat membantu untuk menyegarkan hati dan mengembangkan budi, dan untuk menyiarkan serta memantapkan Kerajaan Allah.” Internet membantu membawa perubahan revolusioner dalam perdagangan, pendidikan, politik, jurnalisme, hubungan bangsa dengan bangsa dan budaya dengan budaya – perubahan tidak hanya dalam cara orang-orang berkomunikasi, tetapi juga dalam cara mereka memahami hidup mereka.
Paus Yohanes Paulus II dalam ensiklik Redemtoris Missio art. 37 mengatakan:“maka, tidaklah cukup untuk menggunakan media itu hanya untuk menyebarluaskan pesan Kristiani dan ajaran autentik Gereja. Adalah perlu juga mengintegrasikan pesan itu ke dalam ‘kebudayaan baru’ yang diciptakan oleh komunikasi-komunikasi modern.”
Pernyataan ini hendak menegaskan bahwa Gereja tidak hanya didorong untuk memanfaatkan kemajuan teknologi dalam bidang media komunikasi sosial (internet) ini sebagai sarana untuk mewartakan Kerajaan Allah, namun juga mendorong untuk masuk dalam “budaya baru”, kita bisa membacanya dalam hal ini adalah Digital Native, dan mengintegrasikan pesan-pesan injili dalam kebudayaan dan masyarakat baru yang terbentuk tersebut.
Gereja tidak hanya seolah berdiri sebagai kelompok di luar yang memakai internet sebagai sarana untuk “menginjili” kelompok “baru” ini. Namun Gereja mengambil sikap untuk selain memakai perekembangan Teknologi ini sebagai sarana peewartaan Kerajaan Allah, namun Gereja diutus untuk memahami dan masuk dalam Kelompok Digital Native ini untuk mengintegrasikan Nilai-nilai Kristiani dalam budaya baru masyarakat yang terbentuk generasi ini. Bukan diutus mengubah budaya Digital Native menjadi budaya Digital Immigrants, namun diutus untuk mengintegrasikan nilai-nilai Kristiani dalam budaya Digital Native.
Sumber-sumber :1. “Apa yang Dimaksud Generasi Digital Native? Ini Penjelasannya...”, Retia Kartika Dewi, Serafica Gischa, dalam Kompas, 28.06.2023, https ://www.kompas.com/skola/read/2023/06/28/200000969/apa-yangdimaksud-generasi-digital-nativeini-penjelasannya--?page=2.2. “Apa Itu Digital Native? Pengertian, Perkembangan, dan Dampaknya”, 29 Juni 2022, https://idcloudhost.com/blog/digital-native-adalah/3. “Gereja dan Internet”, Dewan Kepausan Untuk Komunikasi Sosial, 22 Februari 2022, Seri Dokumen KWI No. 111, diterj. R.P. F.X. Adisusanto, SJ,4. “Kenaikan Kasus Anak Kecanduan Gadget di RS Jiwa Surabaya Naik 20 Persen, Tantangan Baru Orang Tua Milenial”, Cahyo Yuman Tripamungkas, Jawapos.com, Kamis, 14 Desember 2023, https://www.jawapos.com/surabaya-raya/013528343/kenaikan-kasus-anakkecanduan-gadget-di-rs-jiwasurabaya-naik-20-persen-tantangan-baru-orang-tua-milenial5. “Alarm Darurat Pendidikan di AS, Para Guru ”Bertarung” dengan Ponsel Siswa”, Helena Fransisca Nababan, Kompas.com, 28 Februari 2024, https://www.kompas.id/baca/internasional/2024/02/28/ alarm-darurat-pendidikan-di-aspara-guru-bertarung-denganponsel-siswa?open_from=Section_-Terbaru
Penulis : FB Sri Pamungkas - Tim Kontributor Kolom Katakese
Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa