Dalam satu kesempatan seorang ibu mengamati perilaku aneh dari anaknya. Anaknya seperti kehilangan sesuatu dengan tingkah laku yang membingungkan si Ibu. Si Ibu kemudian bertanya, “Apa yang kamu cari?” Si anak kemudian menjawab, “Nah, ini yang saya cari.” Jawaban si anak ternyata mengarah pada kebutuhan perhatian dari si Ibu. Bisa jadi dalam analogi ini, ibu dan anak kurang berkomunikasi sampai si anak melakukan perbuatan yang mencuri perhatian dari ibunya sehingga ia mendapat keinginannya. Tema untuk minggu ini “Apa yang kamu cari?” Menyiratkan pertanyaan yang mendasar dalam hidup, pencarian jati diri dalam hidup.
Saya sendiri mengalami ini dalam perjalanan hidup ketika saya memilih apa yang akan saya lakukan untuk hidup saya. Bilamana saya tidak tahu tentang apa yang saya cari, Bacaan Injil yang kita pahami dalam minggu ini malah mengarah pada pertanyaan Yesus, “Apa yang kamu cari?”
Para murid menjawab pertanyaan ini dengan mencoba menggali informasi hidup Yesus, yang kemudian mendapat tanggapan Yesus, “mari dan kamu akan melihatnya” (bdk. Yoh 1:38-39).
Tanggapan untuk menemukan nilai dalam hidup, khususnya keutamaan, bukan perkara mudah. Dikatakan demikian, karena saat kita memperjuangkan nilai ini maka kita rela mengorbankan sumber daya yang kita miliki untuk meraih apa yang bisa didapatkan. Kebahagiaan dalam kita menentukan diri untuk tinggal bersama Tuhan bukan sekedar mengejar rasa tenang di dekat hadirat-Nya tetap mewujudkan damai ini dalam kesempatan berbagi pada sesama.
Saat saya memahami tentang pencarian dalam hidup, saya kembali membaca refleksi dari hidup panggilan saya. Saat ini kamu sudah mengerti tentang posisimu maka langkah selanjutnya adalah pilihan untuk kamu berkubang dengan masalah penerimaan dirimu atau berani mengambil langkah yang beresiko pada kegagalan namun tidak menutup keberhasilan.
Dalam saya memulai masa pasca Toper di Wisma CPT, ternyata tidak berjalan dalam bayangan saya. Saya dihadapkan pada kegalauan menyangkut posisi saya sebagai teologan pada tahun 2017. Pada saat itu, saya berusaha memahami gambaran imamat yang semakin nyata dalam hidup saya. Gambaran demikian menyadarkan saya bahwa ada beberapa hal dalam diri saya yang belum selesai sehingga dalam perkembangannya (di mata staf formatur), saya masih belum cukup. Dalam perkembangan batin, saya mengalami kegoyahan. Saya merasa benturan kepentingan untuk menjadi diri saya atau dibentuk menjadi gambaran ideal sebagai pilihan Tuhan. Hal ini saya sebagai benturan karena ada hal-hal dalam diri saya yang bertentangan dengan nilainilai moral.
Pertentangan nilai bagi diri saya dengan perjalanan panggilan semakin teridentifikasi selama ini. Saya mendapati diri mengalami gap kasih yang besar. Hal ini yang menyebabkan saya sulit untuk bisa membagi kasih kepada orang lain padahal kasih itu sebagai nilai yang utama dalam jalan panggilan saya selama ini. Saya sungguh menyesalkan bilamana saya tidak mengolah ini secara sehat maka ada kemungkinan untuk saya mundur dari jalan ini. Saya masih menimbang-nimbang keadaan diri terkait kemungkinan untuk saya berproses dalam perjalanan formasi menjadi imam KAJ. Kemungkinan ini masih ada dan semakin besar bila saya mau terbuka dan berserah diri. Hal ini yang masih sulit untuk melakukannya.
Kembali ke masa kuliah, sekarang saya diminta untuk menyelesaikan tugas akhir yang disebut dengan skripsi. Skripsi saya mengulas buku Amoris Latitia yaitu Sukacita Kasih. Hal yang menarik dari pengerjaan skripsi ini seperti menjalani masa pengolahan diri yang menitikberatkan pada sukacita. Bila pada langkah awal saya sudah berat maka sudah dipastikan saya mengerjakan skripsi ini bukan dengan suka cita.
Bruder, suster, ibu, bapak dan saudara terkasih. Refleksi yang bisa saya sampaikan dalam kesempatan ini adalah ajakan untuk tidak menyerah pada pencarian yang kita jalani dalam hidup ini. Anda mungkin bisa merasakan kejenuhan oleh karena belum menemukan apa yang anda cari atau hal yang berusaha untuk anda dapatkan terasa semakin jauh. Keadaan demikian bukan untuk membuat kita lengah bahkan menyerah melainkan justru semakin memurnikan diri bersama dengan Tuhan. Para murid yang menemukan kemudian mengikuti Tuhan oleh karena mereka paham inilah yang mereka cari sesungguhnya. Pengalaman sayapun demikian bahwa merasa susah dengan perjalanan tetapi saat merasakan damai bersama-Nya maka semangat saya bangkit kembali. Semoga semangat bagi saudara dalam keadaan apapun mampu menegaskan akan pencarian makna hidup anda bersama dalam kasih Tuhan.
Penulis : Rm. Camellus Delelis Da Cunha, Pr
Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa
JavaScript diperlukan untuk pengalaman terbaik. Silakan aktifkan JavaScript di pengaturan browser Anda.